Jalan Cinta-NYA

Jalan Cinta-NYA

Jalan Cinta-NYA

Jalan cinta-Nya itu tak mudah. Kadang terjal dan mendaki, kadang datar namun penuh duri. Namun kita harus tetap istiqomah menjalaninya.


Untuk istiqomah di jalan cinta-Nya itu tidak bisa sendiri. Kita butuh lingkungan, kita butuh doa, kita butuh pertolongan Allah.

Karena itulah kita butuh jamaah, kita butuh komunitas kebaikan yang bisa secara rutin untuk saling menguatkan dan saling mengingatkan.

Setidaknya sepekan sekali kita merefresh ilmu, iman dan amal kita agar tak jauh dari jalan cinta-Nya. Karena dalam sepekan itu jiwa kita akan habis dengan permasalahan-permasalahan dunia yang kita hadapi dari hari ke hari.

Kekuatan ruhiyah setiap orang memang berbeda-beda, karena itulah makanya perlu kebersamaan dalam mengarungi jalan cinta-Nya.

Bukan sendirian, bukan individualis. Kita bisa berkaca dari bagaimana Rasulullah mengarungi jalan cinta-Nya mulai dari Mekkah hingga Madinah, bahkan sampai akhirnya ke seluruh dunia.

Beliau tak pernah melakukannya secara one man show. Bahkan ketika berhijrah ke Madinah itu, beliau tetap ditemani Abu Bakar Ash-Shiddiq. Sahabat yang lainpun sama. Mereka melakukan hijrah bersama-sama. Dan mereka membangun masyarakat baru di Madinah. Masyarkat yang mencintai-Nya.

Begitupun, tentu ada orang yang secara perlahan lahan akhirnya meninggalkan jalan cinta-Nya. Perempuan paling gampang nih mendeteksinya. Biasanya perempuan yang mulai meninggalkan jamaah, meninggalkan komunitas kebaikan, akan terlihat secara fisik dari dirinya.

Misalnya, yang tadinya sudah mulai meninggalkan berdandan yang cetar membahana, busana yang melekat seperti leupeut (maaf (), begitu meninggalkan komunitas kebaikan, sedikit demi sedikit mulai kembali cetar. Busana yang tadinya sudah mulai longgar dengan hijab yang panjang terurai, kini mulai kembali memakai baju adiknya (baca ; sempit). Itu bisa terjadi tanpa kita sadari. Karena kita sudah meninggalkan komunitas kebaikan yang selama ini saling mengingatkan dan saling menguatkan.

Saling menjaga itu penting. Dalam komunitas kebaikan mungkin kita punya amalan-amalan yang bisa kita lakukan bersama-sama. Mungkin bahkan ada wirid Al Ma’tsurat yang di dalamnya ada doa Rabithah.

Doa yang mengikat hati-hati kita dengan saudara-saudara kita seiman, tidak hanya yang di dalam komunitas kebaikan kita, bahkan di seluruh dunia.

Jadi kalau kita tetap dalam komunitas kebaikan kita, kita melakukan amalan-amalan harian kitapun secara kuat, karena InsyaAllah kita terhubungkan dengan orang-orang yang melakukan aktivitas kebaikan di manapun berada.

Kalau ada saudara kita yang mulai menjauh, baiknya kita tetap melakukan komunikasi, minimal dengan komunikasi itu orang tidak merasa rikuh dan asing.

Karena biasanya kalau orang sudah mulai menjauh dari kebaikan, mulai jarang mengikuti forum nasihat menasihati, akan mulai ada perubahan di dalam dirinya.

Yang menjadi rem/penghalang diri untuk kembali berkumpul dengan orang-orang baik adalah diri kita sendiri. Mungkin timbul perasaan tidak enak, perasaan malu untuk datang lagi setelah menghilang beberapa waktu, dan lain-lain.

Kita sebagai saudara, sebisanya tetap merangkulnya, tetap merengkuh saudara kita yang mungkin sedang Allah uji keimanannya itu. banyak alasan orang bisa menjauh, bisa lewat keadaan ekonomi, bisa lewat status sosial dan lain-lain. Dan hakekatnya ujian di dunia ini nggak akan pernah selesa. Ujian yang satu selesai akan datang ujian lainnya. Ujian ekonomi selesai, diganti dengan ujian kesehatan.

Ujian itu sudah pasti terus ada. Dan kita yang menempuh jalan cinta-Nya, bukanlah orang yang secara individu nggak punya masalah dalam kehidupan.

Hanya saja mungkin, orang yang telah siap menempuh jalan cinta-Nya itu bisa menghadapi kehidupannya secara lebih tegar karena tau ilmunya, dibanding kebanyakan manusia.

Kalau mau mengeluh, mereka juga mau mengeluh, tapi mereka mencukupkan Allah sebagai tempat untuk berkeluh kesah, untuk tempat mereka mengadu. Mereka juga menjaddikan dzikrullah sebagai sumber kekuatan bagi permasalahan kehidupan mereka dan itu sunnatullah.

Rasulullah pun bukan pribadi yang tanpa masalah. Beliaupun pernah dicaci, pernah dihujat dan dijauhi. Tapi Rasulullah memanage persoalan-persoalan itu dengan cara yang ahsan. Ahsanu amala.
Wallahu ‘alam bissawab


Bogor, 29 September 2020

Catatan Diana