Kita Pewaris Nusantara

Kita Pewaris Nusantara

Kita Pewaris Nusantara

Putra Putri Ibu Pertiwi//Nasionalisme/PKN&AT

 

Bagian 1.

Tiap warga negara merupakan bagian terpenting bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk 17 Agustus 1945, sebaliknya sebagai manusia tentu saja membutuhkan sebuah negara untuk baginya menjalankan hidup dan kehidupan, di mana manusia disebut sebagai warga negara. Artiya sikap laku dan kepribadian seseorang sangat berpengaruh terhadap eksistensi negara sebagaimana halnya kondisi negara akan mempengaruhi keberadaan seorang warga negara.

 

Negara adalah benda mati yang diurus oleh sekelompok orang yang disebut pemerintahan yang sah untuk menjalankan fungsi dan peranan negara dalam mengurus kepentingan sumber daya manusia, sumber daya alam, serta hubungan keduanya dalam aturan yang mengikat tiap warga negara dan aparatur penyelenggara pemerintahan. Dengan demikian sebuah negara mutlak harus berdaulat,kuat,sehat agar tujuan mensejahteraan rakyat dalam kesinambungan akan tetap terjamin.

 

Sebagaimana diketahui syarat adanya sebuah negara adalah adanya wilayah, ada warga negara dan pemerintahan. Pemerintahan adalah sekelompok orang yang terpilih dari kalangan rakyat atau warga negara untuk mengurusi jalannya kegiatan negara dalam melayani rakyatnya. Pemerintahan terbentuk melalui proses demokrasi dan regulasi terdiri dari pejabat negara dan aparatur sipil negara. Proses dan tujuan demokrasi ini selalu disebut dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat.

 

Dengan demikian sangat jelas dan tegas bahwa keberadaan sebuah negara tergantung dari peranan warga negara atau tiap individu rakyatnya. Suparlan Al Hakim dkk dalam “Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Indonesia”,Madani,Malang,Agustus 2014 menekankan bahwa warga negara adalah orang penting bagi negara,memilki kedudukan yang jelas sehingga negara dapat melindunginya,oleh karenanya hak dan kewajiban seorng warga negara harus jelas secara ideologis, yuridis dan moralitas. Secara yuridis, sosiologis,material dan formal, perilaku warga negara dalam hubungannya dengan organisasi negara hendaknya harus berpenampilan baik,demokratis dan bertanggungjawab. Warga negara dituntut memiliki kepribadian utuh dan wawasan yang luas bagi dirinya,bangsa dan negara.

 

Sikap laku yang baik,demokratis dan bertanggungjawab sangat dibutuhkan bagi negara dalam merespon, mendukung dan mengawasi jalannya pemerintahan yang sah sehingga dapat dihindari hal hal yang merugikan negara yang barang tentu artinya merugikan rakyat. Mengutamakan kepentingan dan kebutuhan negara merupakan hal mutlak dalam sikap laku tiap warga negara karena berarti mengutamakan kepentingan dan kebutuhan bersama. Hal ini hanya bisa terwujud pada warga negara yang memiliki rasa cinta tanah air, bangsa dan negara sebagai Ahli Waris Nusantara yang memiliki rasa nasionalisme tertinggi dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Tiap warga negara wajib membangun negaranya dimulai dari membenahi diri sendiri dengan ideologi Pancasila yang sangat menghargai dan memberi tempat bagi nilai nilai agama dan adat istiadat yang ada di bumi nusantara ini. Menjalani pendidikan formal dan informal sejak usia dini yang sudah diatur sedemikian rupa oleh negara,mengembangkan cipta,rasa,karsa dan karya mulai dari rumah dan lingkungan serta aktif berkontribusi dalam kehidupan social kemasyarakatan guna mewujudkan rasa kebanggaan nasional yang tinggi dan tangguh.

 

Di era reformasi, kata demokrasi dan korupsi bagaikan kata kunci dalam kehidupan sehari hari baik dalam lingkup social terkecil apalagi dalam tatanan politik nasional, kemasyarakatan dan pemerintahan. Dua kata ini bagaikan euphoria berkepanjangan padahal sesungguhnya adalah refleksi dari sikap laku yang menginginkan perubahan lebih baik agar negara semakn sehat dan kuat. Kita tinggalkan masa lalu yang kelam sekaligus melestarikan warisan leluhur seperti nilai nilai Pancasila dan hal hal yang sejalan dengan cita cita luhur pejuang pembentukkan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

 

Penekanan penerapan demokrasi sama dengan artinya menjunjung dan mengembalikan hak hak warga negara yang hakiki dalam kedaulatan negara. Dari rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat. Dengan begitu besarnya peranan warga negara dalam demokrasi yang bertujuan meraih cita cita bersama sudah barang tentu tiap warga negara harus memiliki sikap laku dan respon yang baik terhadap negara yang dicintai bersama pula. Karena sangat jelas dan tegas bahwa pelaku dan tujuan demokrasi sesungguhnya adalah rakyat yang ditata kelola sedemikian rupa oleh pemerintahan yang sah dan diatur oleh Undang Undang sebagai perwujudan demokrasi dan supremasi hukum.

 

Terlaksananya isi Undang Undang yang mengatur semua kegiatan pribadi,rumah tangga,social kemasyarakatan dan pemerintahan membutuhkan Supremasi Hukum di mana sebagai negara hukum yang memiliki akar adat istiadat yang kuat Indonesia sangat membutuhkan tiap warga negara yang paham dan taat hukum sehingga amanat Undang Undang yang dirumuskan oleh pemegang kedaulatan rakyat dapat dilaksanakan secara ideal. Sedangan kedudukan demokrasi terhadap korupsi adalah semakin kuatnya demokrasi dijalankan oleh tiap warga negara yang baik akan semakin mengental sikap laku anti korupsi.

 

Korupsi tidak hanya sikap laku yang merugikan keuangan negara akan tetapi juga sikap laku yang kontra produktif, tidak disiplin, cenderung suka melanggar aturan di tingkat manapun, tidak menjalankan fungsi dan peranan sebagai warga negara di posisi apapun. Di atas sudah disinggung bahwa tiap warga negara amat penting bagi negara, artinya sikap laku korupsi seseorang meski terhadap dirinya sendiri sudah merupakan kerugian bagi negara.

 

Pemerintahan Republik Indonesia sejak era reformasi gencar menjalankan demokrasi dan memerangi sikap laku korupsi dalam penegakan supremasi hukum agar negara semakin kuat dan sehat, hal ini membutuhkan kesinambungan karena untuk mencapai tujuan mulia ini tidak bsa dalam waktu singkat. Artinya proses regenerasi dalam tubuh pemerintahan dan penyelengara negara akan terjadi untuk itulah pemerintahan jauh sebelunya menekankan pengajaran dan pendidikan Kewarganegaraan dan Anti Korupsi di sekolah dan perguruan tinggi, termasuk di lembaga pendidikan informal, komuitas, dan masyarakat secara umum.

 

Selalu cermati kalimat “dari rakyat,oleh rakyat untuk rakyat” agar kita senantiasa menyegarkan kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warga negara. Negara mutlak menginginkan warga negaranya maju karena warga negara merupakan sendi terpenting dalam sebuah negara.

 

Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan terbentuknya warga negara yang berkepribadian baik {good of citizenship} untuk kelangsungan hidup bangsa dan negara.

 

Kepribadian yang baik, menurut Stanley Dimond {1970}:

-Loyal

-selalu rajin belajar

-mengandalkan akal pikiran

-demokratis

-mampu mengelola diri dan humanis

-pekerja.

Cogan menyebutkan indicator warga negara yang berkepribadian baik antara lain: mau dan mampu menjawab tantangan global, bersikap koperaif,daya respon tinggi terhadap perbedaan budaya,kritis dan dinamis,menolak kekerasan untuk menyelesaikan kekerasan,gaya hidup ramah lingkungan,peka terhadap hak azasi manusia,berpartisipasi dalam pemerintahan.

 

Kriteria Dimond dan indikator Cogan di atas tentu saja tidak memberi ruang sedikitpun untuk berkembangnya sikap laku korupsi, baik bagi diri sendiri,keluarga,pekerjaan,lingkungan apalagi bagi bangsa dan negara.

 

Bagi generasi muda Indonesia untuk mengaplikasikan kriteria dan indikator dimaksud harus memiliki pedoman yang kokoh yang telah diwariskan para leluhur yakni Pancasila yang berfungsi sebagai pedoman hidup, dasar negara, falsafah bangsa, sumber dari segala sumber hokum,idiologi sekaligus tujuan hidup bangsa dan negara Indonesia.  

Bagian2:
Sikap Positif Terhadap Kedaulatan Negara.

Warga negara sebagai komponen bangsa merupakan pemegang kekuasaan sekaligus pengendali ke arah mana Negara Kesatuan Republik Indonesia dijalankan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.

Negara adalah sebuah organisasi kekuasaan yang memiliki konsep kebangsaan dan kenegaraan. Sebagai mana inti demokrasi dari rakyat,oleh rakyat dan untuk rakyat maka kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia sepenuhnya dipegang oleh rakyat dengan system perwakilan yang dijalankan untuk memenuhi dan melindungi kebutuhan segenap rakyat Indonesia.

Otto Bauer (1970) menyatakan bangsa aalah suatu persatuan karakter atau perangai yang timbul karena persamaan nasib. Bangsa suatu komunitas yang diikat oleh rasa atau perasaan yang sama. Dalam ensiklopedi Nasional Indonesia disebutkan bahwa bangsa menurut hukum adalah orang orang atau rakyat yang berada dalam suatu masyarakat hukum yang terorganisir, menempati wilayah tertentu, berbicara dengan Bahasa yang sama meski ada sub sub Bahasa etnik, memiliki sejarah sama, kebiasaan dan kebudayaan yang sama, memiliki organisasi dalam suatu pemerintahan berdaulat.

Bung Hatta menyebutkan bangsa terbentuk oleh karena keinsyafan persamaan nasib dan tujuan atau bangsa ditentukan oleh keinsyafan perekutuan yang tersusun rapi. Bung Karno dengan referensi Ernest Renan menyebutkan bahwa bangsa adalah suatu nyawa, suatu azas akal yang terjadi dari dua hal, pertama bersama menjalani suatu riwayat, hal kedua mempunyai kemauan dan keinginan hidup jadi satu.

Formulasi konsep bangsa merupakan sekelompok manusia yang:

1.Memiliki cita cita bersama yang mengikat oleh karenanya mereka menjadi satu kesatuan. Dalam hal ini bangsa Indonesia memiliki perjanjian persamaan nasib dan tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

2.Memiliki sejarah hidup bersama membentuk perasaan senasib sepenanggungan.

3.Memiliki adat,budaya,kebiasaan yang sama akibat pengalaman yang sama.

4.Memiliki karakter dan perangai yang sama yang menjadi kepribadian dan jatidiri.

5.Menempati suatu wilayah tertentu yang menjadi satu kesatuan.

6.Terorganisir dalam sebuah pemerintahan berdaulat dalam suatu wilayah hukum.

Negara Kesatuan Republik Indonesia dilahirkan dalam Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 disusul pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945 dengan demikian Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 1945 menjad landasan bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Melihat dinamika NKRI sebelum terbentuk 17 Agustus 1945 seta cita cita dan tujuan luhurnya, sebagai warga negara bagian dari bangsa Indonesia tentu saja harus mengembangkan dan menegaskan sikap positif terhadap kedaulatan NKRI disebabkan tiap warga negara di dalam NKRI adalah pemegang kekuasan sekaligus pengendali arah NKRI yang notabene dijalankan untuk mencapai tujuan hidup tiap warga negara.

Semakin kuat sikap positif tiap warganegara terhadap eksistensi kedaulatan NKRI maka akan semakin kuat negara yang dimiliki dan dicintai bersama ini. 


Bagian 3:
Hak Asasi Manusia. 

Indonesia sudah menyepakati untuk memperjuangkan Hak Asasi Manusia sebelum dunia merumuskan Deklarasi Hak Asasi Manusia (declaration of human right) Desember 1948, hal ini dibuktikan oleh pembahasan Hak Asasi Manusia oleh Badan Penyelidik Usaha Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) lalu Hak Asasi Manusia masuk dalam UUD 1945.

Masuknya hak asasi manusia dalam UUD 1945 melalui perdebatan panjang tokoh bangsa Indonesia yang kala itu sibuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. 

Sejarah kerajaan di nusantara, perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia dan perkembangan dunia menggiring tokoh tokoh persiapan kemerdekaan Indonesia untuk mempertimbangkan keberadaan hak asasi manusia sebagai unsur penting dalam konstruksi negara yang akan dibentuk dan akhirnya hal itu terealisasi, hak asasi manusia masuk dalam UUD 1945 sebagai landasan konstitusional dan yuridis berdirinya Indonesia sebagai sebuah negara berdaulat. 

Dengan kata lain bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk dan dibangun dengan salah satu elemen atau unsur penting berkaitan dengan keberadaan individidu manusia. Bahwa negara dijalankan sudah barang tentu oleh kekuatan politik akan tetapi tetap memperhatikan dan wajib menghormati eksistensi warga negaranya bahkan negara wajib melindungi sekaligus memperjuangkan hak asasi manusia agar negara semakin sehat dan kuat. 

Suparlan Al Hakim dkk dalam "Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Konteks Indonesia" menyatakan bahwa Hak Asasi Manusia merupakan produk pergumulan penyelemggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara atau pergumulan politik dan etika yang erat hubungannya dengan harkat dan martabat ummat manusia, tidak saja sebagai fenomena filosofi-sosial tetapi juga sebagai fenomena yuridis-konstitusional. 

Meski dinamika Hak Asasi Manusia di Indonesia mengalami pasang surut oleh situasi kondisi dan perkembangan tata negara NKRI di antaranya dalam era reformasi muncul UU HAM nomor 39 tahun 1999 dan Amandemen II UUD 1945 sebagai penterjemaahan tekad pembelaan hak asasi manusia yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa Indonesia. 

Hak Asasi Manusia diberi ruang seluas mungkin oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia membuktikan negara Indonesia dimiliki oleh tiap warga negara Indonesia sekaligus negara melalui pemerintahan yang sah berkewajiban menjamin kemerdekaan hak asasi manusia dalam membangun bangsa Indonesia mencapai apa yang dicita citakan seperti tertuang dalam Pembukaan UUD 1945.

Dengan demikian seyogiyanya tiap warga negara Indonesia mencintai, membela dan melindungi negara yang dimilikinya yang hadir justru atas dasar kepentingan warga negara itu sendiri untuk sejajar dengan bangsa lain di dunia. 

Kemerdekaan hak asasi manusia oleh tiap warga negara harus memperhatikan hak asasi manusia warga negara lainnya dalam tatanan bangsa Indonesia, hak individu wajib memperhatikan hak individu lainnya agar tidak terjadi benturan hak, maka hal itu menjadi kewajiban tiap individu memastikan dirinya tidak menyinggung atau melanggar hak indovidu yang lain. Kewajiban tiap individu jualah membangun kelompoknya hidup berdampingan dan berinteraksi dengan harmonis bahkan sinerjis dengan kelompok lainnya dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika. 

Bagian 4:
Warga Negara. 

Menurut Suparlan Al Hakim dkk Warga Negara merupakan anggota dari sebuah komunitas organisasi kekuasaan yang disebut negara. Warga Negara adalah setiap orang yang sah sebagai warga negara menurut Undang Undang negara tersebut, termasuk merekrut orang dari bangsa lain dengan rumusan yang sudah baku. 

Istilah Kewarganegaraan (citizenship) lebih ditekankan pada persoalan status seseorang sebagai warga negara, dan dengan kejelasan status itu orang akan memiliki hak dan kewajiban yang jelas dalam negaranya. 

Pasal 26 UUD 1945 menekankan "Yang menjadi warga negara ialah orang orang bangsa Indonesia asli dan orang orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang Undang sebagai warga negara".

Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Indonesia sangat jelas menerangkan siapa saja orang yang menjadi warga negara Indonesia, bagaimana orang kehilangan kewarganegaraannya, juga bagaimana untuk bisa mendapatkan kembali status kewarganegaraannya. Lihat juga UU nomor 2 tahun 1992 tentan imigrasi yang mengatur dan mengelola tentang keluar masuknya orang di suatu negara dan keberadaan seseorang di negara lain bukan negaranya. 

Bagian 5:
Negara dan Warga Negara Sejajar. 

Posisi sebuah Negara harus sejajar dengan Warga Negara, tidak boleh berada dalam posisi berlawanan. Dengan kata lain hubungan keduanya harus bermitra fungsional. Jika negara berposisi di atas warga negara dapat dipastikan hubungan keduanya tidak harmonis. 

Indonesia pernah mengalami posisi negara berada di atas warga negara atau hubungannya vertikal, tidak horizontal fungsional. Contohnya saat pemerintahan Orde Baru. 

Gouldner (1998) menyatakan bahwa hubungan antara masyarakat dan negara tidak selamanya berkonotasi normatif tetapi juga bersifat empirik. Secara normatif, hubungan keduanya harus berpegang pada hak dan kewajiban yang melekat antara keduanya, dengan demikian proses dialognya secara konstitusional karena dilandasi asas demokrasi, adil, harmonis dan norma norma. Etika hubungannya adalah timbal balik. 

Secara empirik, boleh jadi hubungan keduanya justru melanggar norma berbangsa dan bernegara yang telah disepakati, jika terjadi demikian maka hubungan keduanya harus dikembalikan pada hubungan yang bersifat konstitusional, bukan hubungan inkonstitusional. Karena jika salah satu mengingkari komitmen konstitusi sebagai dasar yang normatif maka hubungan keduanya akan kacau dan dalam posisi ini umumnya warga negara dalam posisi lemah atau dilemahkan, dengan kata lain keberadaan masyarakat (warga negara) jadi tak berimbang dengan negara yang dengan institusi kekuasaannya bisa bertindak hegemonik (halus) atau secara kasar (represif) agar legitimasi masyarakat tetap mengalir ke negara. 

Contoh putusnya legitimasi masyarakat (warga negara) terhadap kekuasaan yang menjalankan tugas dan fungsi negara adalah perlawanan kekuatan warga negara dalam unjuk rasa 1998 sebagai akibat hubungan tidak sejajar antara negara dan warga negara di mana akhirnya kepemimpinan Kepala Negara Presiden Soeharto tidak mendapatkan legitimasi secara utuh lagi dan Soeharto memilih meletakkan jabatan demi keutuhan bangsa dan negara. Terjadi dialog antara kekuatan warga negara yang kala itu disebut People Power dengan negara diwakili simbol simbol konstitusional akhirnya Wakil Presiden BJ Habibie yang melanjutkan sisa periode kepemimpinan Soeharto mengantarkan negara dan warga negara ke era reformasi yang berlandaskan civil society diawali dengan Pemilu 1999.

Harus dicermati bahwa hubungan negara dengan warga negara jangan sampai berlangsung menurut gradasi (tingkatan) yang vertikal, atas ke bawah, akan tetapi hubungan yang sederajat. Negara dan warga negara harus memiliki nilai fungsional masing masing yang sistemik, interaktif dan konstitusional. Negara jangan sampai mendominasi warga negara sebaliknya warga negara tidak boleh anarkhis terhadap negara. 

Bagian 6:
Konstitusi Negara

Menurut Nurudin Hady dalam Suparlan Al Hakim (2014) Konstitusi biasanya diartikan sebagai hukum dasar:
Hukum Dasar tertulis (UUD). 
Hukum Dasar tak tertulis (Konvensi). 

Dalam pengertian Hukum Ketatanegaraan, UUD diartikan sebagai dokumen negara yang memuat ketentuan pokok yang digunakan dalam mengatur penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini sama dengan pengertian UUD 1945, pada dasarnya menunjuk pada ketentuan tertulis yang digunakan dalam mengatur penyelenggaraan pemerinrahan nrgara Republik Indonesia. 

NKRI menempatkan UUD 1945 sebagai inti hukum nasional, peraturan hukum tertinggi yang digunakan sebagai dasar peraturan perundangan di bawahnya seperti Ketetapan MPR, UU, Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden dan seterusnya. 

Sebelum Amandemen, sistimatika UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh, Penjelasan. Setelah Amandemen sebutannya hanya Pembukaan dan Pasal Pasal. 

UUD 1945 sebagai dasar pengaturan sistem pemerintahan NKRi serta materi tentang hubungan negara dengan warga negara. 

Silahkan cermati Pembukaan UUD 1945 serta pasal demi pasal. Pembukaan UUD 1945 sebagai pokok pokok kaidah fundamental yang mengandung tujuan negara serta rumusan Pancasila sebagai dasar negara dan dasar politik negara yang berkedaulatan, tak dapat diamandemen. Batang Tubuh atau pasal demi pasal sebagai penjabaran atau penafsiran dari Pembukaan UUD 1945 diamandemen di awal era reformasi. 

NKRI pernah beralih ke Republik Indonesia Serikat dengan UUDS 1950 dan kembali ke UUD 1945 lewat Dekrit Presiden 5 Juli 1959 atau kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

Bagian 7:
Civil Society. 

Masyarakat Madani atau Civil Society menjadi format dalam era baru pasca Reformasi Indonesia. Penguatan hubungan warga negara dengan negara menjadi tantangan sekaligus tujuan yang akan dicapai. Untuk itulah tiap warga negara harus semakin paham hak dan kewajibannya terhadap negara dalam bingkai nasionalisme yang kental sebaliknya negara menempatkan warga negaranya sesuai dengan hubungan kesetaraan yang konstitusional. 

Format Civil Society menginginkan pemberdayaan masyarakat pluralis-multikultural dalam hubungannya dengan penguasa (negara) di mana penguasa tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan dalam proses demokratisasi guna mengembangkan potensi diri seluruh warga negara atau masyarakat. Kesejajaran negara dengan negara harus terus direkonstruksi mencapai kondisi yang ideal sebagai sebuah kemitraan. 

Prinsip demokrasi menurut Suparlan Al Hakim antara lain Kedaulatan Rakyat, pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah, kekuasaan mayoritas, hak hak minoritas, jaminan hak asasi manusia, pemilihan yang bebas dan jujur, persamaan di depan hukum, proses hukum yang wajar, pembatasan pemerintahan secara konstitusional, pluralisme sosial, ekonomi dan politik, nilai toleransi, kerjasama dan mufakat. 

Strategi pemberdayaan civil society: membangun hubungan negara dengan masyarakat, optimalisasi pelaksanaan hak dan kewajiban kultural dengan beberapa pendekatan secara yuridis, struktural fungsional, etika moral, psikologi dan empati. 

Wawasan Kebangsaan dan Sikap Anti Korupsi. 

Ada beberapa faktor menandai masyarakat Indonesia yang bersifat pluralistis terdiri dari perbedaan agama, suku bangsa, etnis/ras, dan golongan. 

Dengan demikian kebudayaa lokal masing masing beraneka ragam secara kultural mendorong munculnya wawasan lokal yang kemudian terbangun wawasan kebangsaan atau wawasan nasional yang dikenal dengan sebutan wawasan nusantara. 

Keanekaragaman dimaksud dikaitkan tujuan luhur Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan 17 Agustus 1945 terajut jelas dan kokoh dalam Pembukaan UUD 1945.Hal ini untuk menjamin Ketahanan Nasional dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta pergaulan dengan negara dan bangsa lain di dunia. 

Penjabaran hal itu dilaksanakan dalam kerangka Pembangunan Nasional dengan berpedoman kepada Pembukaan UUD 1945.

Tanpa mengecilkan bahaya inkonstitusional lainnya sebagai generasi Pewaris Nusantara satu hal perlu ditanamkan atau ditekadkan guna mewujudkan masyarakat yang dicitacitakan dalam Pembukaan UUD 1945 adalah Sikap Anti Korupsi. 

Korupsi akan melemahkan negara sekaligus warga negaranya barang tentu bisa menggoyahkan atau bahkan menghancurkan eksistensi bangsa dan negara Indonesia. Sebagai Pewaris Nusantara tentu saja mengharapkan kondisi bangsa dan negara yang lebih baik dari masa lalu dan masa sekarang ini sebab Pewaris Nusantara yang melakoninya kelak bersama sama. 

Nah, menguatnya wawasan kebangsaan di kalangan Pewaris Nusantara sejak dini akan menjadi modal tangguh untuk menerima estafet kepemimpinan bangsa dan negara Indonesia mulai dari elit nasional sampai kepemimpinan terkecil kepala rumah tangga dan diri pribadi untuk kemudian menjalankan kepemimpinan di berbagai lapisan dimaksud agar semakin dekat bangsa dan negara ini ke cita cita luhur dalam Pembukaan UUD 1945.