Selayang Pandang Perilaku Organisasi

Selayang Pandang Perilaku Organisasi

Selayang Pandang Perilaku Organisasi

Individu, organ, elemen, unsur yang terangkai dalam satu kesatuan gerak mencapai sasaran antara dan tujuan utama bersama.
•Ari Dermawan SH, MH
•Nurkarim Nehe, SE, MSP
Illustration Photo by campuspedia



A. Pengantar.
Akhir-akhir ini perkembangan perilaku organisasi semakin terasa kemajuannya bahkan telah menjadi sesuatu hal yang ramai dibicarakan orang, bukan saja di kalangan akademisi tetapi para politisi dan para birokrasipun berbicara tentang perilaku organisasi. Ini disadari karena disamping perilaku organisasi ini mudah dipahami, juga persoalan-persoalan organisasi yang cenderung semakin ruwet, ditambah pula berbagai persoalan- persoalan manusia dengan berbagai karakter dan perilaku berlanjut menjadi tantangan utama yang sering dihadapi oleh setiap pimpinan organisasi baik orgnaisasi pemerintah maupun organisasi swasta dewasa ini. Oleh sebab itu seorang pimpinan sangat dituntut peranannya untuk bagaimana memahami perilaku organisasi.
Robbins (2007:17) mengemukakan, memahami perilaku organisasi bagi seorang manajer merupakan hal yang sangat penting. Pandangan sepintas terhadap sedikit perubahan dramatis yang sekarang ini terjadi di banyak organisasi mendukung pertanyaan ini. Sebagai contoh, karyawan bisa menjadi lebih tua; semakin banyak wanita dan orang kulit berwarna berada di lingkungan kerja; pengecilan ukuran perusahan dan penggunaan pekerja temporer yang begitu banyak melemahkan ikatan kesetiaan yang dulunya mempererat karyawan dengan para pemberi kerja, sertra kompetisi global yang mengharuskan karyawan lebih fleksibel dan belajar menanggulangi perubahan yang cepat. Dengan demikian tantangan yang sangat menonjol dihadapi oleh para pimpinan dalam setiap organisasi adalah masalah perilaku manusia itu sendiri.
Manusia adalah faktor utama yang sangat penting dalam setiap organisasi apapun bentuknya. Ketika manusia memasukidunia organisasi maka itulah awal perilaku manusia yang berada dalam organisasi itu. Oleh karena persoalan-persoalan manusia senantiasa berkembang berdasarkan situasi dan kondisi dan semakin sulit dikendalikan, maka persoalan-persoalan organisasi dan khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari semakin berkembang. Perilaku organisasi hakikatnya mendasarkan pada ilmu perilaku itu sendiri.
Warren Bennis (Thoha, 2007:3) meramalkan bahwa 25 sampai 50 tahun mendatang kita semua akan ikut berpartisipasi menyaksikan akhir hayat dari birokrasi, dan kita akan mengetahui terbitnya suatu sistem sosial yang lebih baik dari abad kita sekarang ini. Selanjutnya Bennis menandaskan bahwa perubahan mendasar dari konsep-konsep nilai organisasi adalah di dasarkan pada kemanusiaan yang menghapuskan sifat-sifat depersonalisasi dari mekanisme sistem birokrasi.
Ramalan Bernis di atas seakan menempatkan factor manusia dalam organisasi bukannya semakin ditinggalkan melainkan semakin mendapat tanggapan yang hangat bagi para pemerhati dan para akademisi untuk mendiskusikan berbagai teori-teori organisasi di masa yang akan datang.
Selanjutnya masih dalam Thoha, berpendapat terdapat tiga dimensi pokok dalam setiap mendiskusikan teori organisasi yang tidak bisa diabaikan. Ketiga dimensi itu antara lain dimensi teknis, dimensi konsep, dan dimensi manusia. Jika ketiga dimensi itu berintegrasi, maka akan mampu menimbulkan suatu kegiatan organisasi yang efektif. Dimensi teknik menekankan pada skill yang dibutuhkan untuk menggerakkan organisasi. Dimensi ini berisi skill para anggota yang secara teknis yang diperlukan menggerakkan organisasi, misalnya keahlian komputer, pemasaran, enginering, dan lain sebagainya. Tanpa skill yangdimiliki oleh anggota organisasi maka pasti organisasi akan stagnan. Dimensi kedua adalah dimensi konsep, yang merupakan motor penggerak dari dimensi pertama dan amat erat hubungannya dengan dimensi ketiga yakni dimensi manusia. Jika para birokra dalam bekerja hanya mengandalkan dimensi pertama, dan megabaikan dimensi kedua, atau bahkan menelantarkan dimensi ketiga, maka akan menimbulkan suatu iklim yang tidak respektif terhadap faktor pendukung utama organisasi yakni manusia. Oleh sebab itu ilmu perilaku organisasi mengurangi sikap birokrat yang tidak respektif tersebut, dengan menarik sebagian pandangannya terpusat pada perilaku manusia itu sendiri sebagai dimensi ketiga dalam sesuatu organisasi. (Thoha,2007:4).

Latar Belakang dan Sejarah Perilaku Organisasi
Minat untuk mempelajari perilaku manusia sebenarnya bisa ditelusuri sejak dari awal periode sejarah. Hal ini dapat kita jumpai dari buah karya filosof Yunani Plato, dimana filosof ini membagi jiwa manusia menjadi 3 bagian, yakni ; Philosopic (filsafat), keinginan untuk mencapai ilmu pengetahuan, Sprited (ambisi), aspek jiwa manusia yang berusaha untuk mencari kekuasaan dan ambisi dan Appetite (nafsu makan), suatu keinginan manusia untuk memenuhi selera seperti makann, minum, seks dan uang. (the philosophie, the ambitious, and the lovers of gain. (dalam Indrawijaya,1989: 14 dan Thoha, 2007 : 11).

Dari konsep filosifi di atas, Plato menggolongkan manusia atas tiga tipe yakni, filosofis, ambisius, dan pencinta keberuntungan. (lovers of gain) Menurut Thoha (2007), Pada abad ke 20 muncul konsep- konsep baru tentang prilaku manusia dan organisasi antara lain Max Waber di Jerman, Henri Fayol di Perancis dan Frederyc Taylor diAmerika Serikat. Selanjutnya Thoha menguraikannya sebagai berikut:

a. Max Weber
Weber sebagai pemikir dalam ilmu sosial lebih banyak orientasi pemikirannya menekankan kepada penjelasan mengenai organisasi dibanding dari pengembangan suatu prinsip yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan praktis. Dua aspek dari hasil kerja Weber yang relevan dengan perilaku organisasi yakni : Pertama, sebagai seorang ahli ilmu sosial, ia tertarik untuk menjelaskan preskripsinya dari pertumbuhan organisasi yang besar. Kedua, dia terkesan akan kelemahan-kelemahan manusia dengan pertimbangan-pertimbangan yang kadang-kadang tidak realitas dan bahwa manusia mempunyai rasa emosi.
Secara teori, suatu birokrasi mempunyai berbagai sifat yang dapat dibedakan dari ketentuan-ketentuan lain dari suatu organisasi. Beberapa sifat yang amat penting dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Adanya spesialisasi, atau pembagian kerja.
2. Adanya hirarki yang berkembang
3. Adanya suatu sistem dari suatu prosedur dan aturan-aturan
4. Adanya hubungan-hubungan kelompok yang bersifat impersonalitas.
5. Adanya promosi dan jabatan yang berdasarkan atas kecakapan.
Aspek-aspek perilaku yang dicerminkan dari birokrasi Weber dapat dilihat dari penekanan Weber pada struktur yang ditimbulkan dari rasa tidak percaya kepada kesanggupan dan kemampuan manusia untuk menciptakan rasionalitas tertentu, mendapatkan informasi yang baik, dan membuat keputusan yang obyektif. Premis perilakunya yang nampak adalah bahwa seseorang itu membutuhkan bantuan untuk sampai kepada pertimbangan-pertimbangan yang baik.
Struktur adalah jawabannya. Dengan cara mengatur tata hubungan kerja di dalam suatu organisasi dan dengan cara spesialisasi prosedur dan aturan- aturan, maka keputusan akan dapat dibuat secara konsisten dan sistimatis.
Unsur yang sangat berperan dalam suatu organisasi dan sangat meyakinkan bahwa suatu prosedur dipatuhi adalah otoritas dan rasa tanggung jawab yang dipunyai oleh para pejabatnya. Untuk itu Weber berpendapat bahwa seorang pejabat dapat memperoleh otoritas dengan mengidentifikasi sumber-sumber otoritas sebagai berikut :
1. Otoritas yang rasional dan sah, hal ini diciptakan oleh tingkat dan posisi yang dipegang oleh seseorang pejabat didalam suatu hierarki;
2. Otoritas yang tradisional, ini diciptakan oleh kelas-kelas dalam masyarakat dan juga oleh adat kebiasaan;
3. Otoritas kharismatik, ini ditimbulkan oleh potensi kepribadian dari pejabat.

b. Henry Fayol
Buku yang sangat terkenal hasil karya Henry Fayol adalah Administrasi Industri dan Umum (General and Industrial Administration) tahun 1919, buku ini begitu sangat mempengaruhi pemikiran-pemikiran manajemen di Eropa.
Menurut Luther Gulick (dalam Thoha (2007), orientasi sistem fungsional sangat berhasil dalam menciptakan batas-batas dalam usaha-usaha riset tentang manajemen untuk beberapa tahun mendatang. Dan teori administrasi yang diusulkan oleh Fayol ini umumnya dikenal sebagai pendekatan fungsional. Fayol mencetuskan 14 prinsip yang terkenal, yaitu:
1. Spesialisisasi/pembagian kerja, Dengan adanya spesialisasi ini diharapkan dapat meningkat produktivitas kerja dan efisiensi.
2. Wewenang, Wewenang adalah hak dari para manajer untuk memberi perintah dan juga berhak menuntut kepatuhan kepatuhan dari yang diperintah. Wewenang disatu pihak menimbulkan tanggung jawab kepada pihak lain, yaitu tanggung jawab untuk melaksanakan perintah. Ada dua macam wewenang yaitu; wewnang formal dan wewenang pribadi. Wewenang formal adalah wewenang Yang didapat dari atasannya untuk memberi perintah kepada orang lain. Wewenang pribadi adalah wewenang yang didapat oleh seseorang karena pengetahuannya, pengalamannya, dan sebagainya.
3. Disiplin, Prinsip ini menekankan bahwa anggota organisasi harus menghormati aturan dan kesepakatan yang mengatur organisasi itu.
4. Kesatuan Komando, Setiap orang dalam organisasi hanya menerima perintah dari satu atasan saja.
5. Kesatuan arah, Hanya ada satu orang pimpinan dengan satu rencana untuk semua kegiatan kelompok organisasi dalam mencapai tujuannya.
6. Kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, Semua anggota organisasi harus selalu mendahulukan kepentingan organisasi daripada kepentingan pribadinya. Hal ini harus dilakukan karena tanpa adanya komitmen seperti itu, suatu organisasi tidak dapat maju dan berkembang. 7. Pemberian upah, Pemberian upah ini harus sesuai dengan usaha yang telah dikeluarkan dan sedapat mungkin memuaskan kedua belah pihak.
8. Sentralisasi, Adanya pemusatan kekuasaan, yaitu pada top manajer. Prinsip ini hanya berlaku di perusahaan kecil. Pada perusahaan besar biasanya diterapkan desentralisasi.
9. Rantai skala, Menunjukan garis wewenang dalam organisasi yang menunjukan kedudukan dari pimpinan puncak sampai ketingkat bawah. Garis wewenang ini harus merupakan rantai komunikasi yang berjalan lancar dari atas sampai ke bawah dan sebaliknya.
10.Ketertiban, Maksud prinsip ini adalah manusia dan bahan-bahan harus berada ditempat dan pada waktu yang tepat.
11.Keadilan, Maksud prinsip ini adalah para manajer harus bersikap adil terhadap semua bawahannya dalam setiap hal.
12.Kestabilan organisasi , Organisasi harus menjaga supaya turn over yang terjadi tidak terlalu tinggi, karena tidak baik untuk kelancaran kegiatan perusahaan.
13.Inisiatif, Setiap anggota dalam organiasi berhak diberi kesempatan membuat rencana dan melaksanakannya.
14.Semangat kesatuan, Harus diciptakan rasa bangga teradap organisasinya, karena dapat meningkatkan persatuan.

Pandangan-pandangan Fayol dianggap sebagai suatu pemikiran tentang organisasi-administratif. Dia berpendapat bahwa semua organisasi terdiri dari unit atau subsistem sebagai berikut :
1) Aspek-aspek teknik dan komersial dari kegiatan pembelian produksi dan penjualan.
2) Kegiatan-kegiatan keuangan yang berhubungan dengan masalah-masalah permintaan dan pengendalian kapital.
3) Unit-unit keamanan dan perlindungan
4) Fungsi perhitungan, dan
5) Fungsi administrasi dari perencanaan, organisasi, pengarahan, koordinasi dan pengendalian.

c. Frederick Winslow Taylor
Frederick Winsloe Taylor dari Amerika Serikat mengenalkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah (Principle of Scientific Manajemen). Taylor mengusulkan 3 hal sebagai tujuan dari gerakannya, antara lain :
1) Untuk menegaskan lewat contoh-contoh yang sederhana,
bahwa Amerika Serikat telah dirugikan banyak sekali akibat karena tidak adanya efisiensi di hampir setiap usaha pada tiap harinya.
2) Mencoba untuk meyakinkan kepada masyarakat Amerika Serikat bahwa pengobatannya terletak pada manajemen yang sistimatis bukan pada usaha mencari orang-orang yang istimewa.
3) Untuk membuktikan bahwa manajemen yang baik adalah suatu ilmu yang tepat yang berdasarkan pada hukum-hukum yang jelas, aturan-aturan dan prinsip-prinsip. Dan untuk menunjukkan bahwa prinsip-prinsip manajemen ilmiah adalah bisa diterapkan pada setiap bentuk aktifitas manusia.

d. Gerakan Hubungan Kemanusiaan
Perkembangan sejarah berikutnya di tandai dengan gerakan hubungan kemanusiaan (the human relations movement). Gerakan ini dalam praktik manajemen memberikan penekanan pada kerja sama dan semangat kerja atau moral karyawan. Penekanan ini dapat digolongkan ke dalam aspek hubungan kemanusiaan tersebut.
Raymond Miles (dalam Thoha, 2007) menyatakan bahwa pendekatan hubungan kemanusiaan secara sederhana menempatkan karyawan sebagai manusia. Tidak sebagai mesin yang dipergunakan dalam berproduksi, memahami kebutuhan- kebutuhan manusia yang ingin dianggap ada dan merasa diperhatikan dengan cara didengarkan dan diperhatikan keluhan- keluhannya jika memungkinkan, dan melibatkan mereka dalam pengambilan-pengambilan keputusan tertentu baik mengenai kondisi pekerjaannya atau msalah-masalah lainnya. Kesemuanya ini akan meningkatkan semangat kerja karyawan secara pasti dalam bekerja sama untuk mencapai produksi yang lebih baik. Senada dengan hal tersebut di atas Siagian (1997:39) mengemukakan bahwa pelopor utama gerakan ini adalah Ekton Mayo. Seorang ahli psikologi dari Universitas Harvard yang telah melakukan penelitian dengan istilah “Hawtorne Experiment. Hipotesa yang ingin dibuktikan dalam penetian ini adalah bahwa ada factor-faktor tertentu yang mempengaruhi pada sikap, perilaku dan produktivitas para pekerja. Temuan mereka menunjukkan bahwa sikap dan perilaku positif serta produktivitas para karyawan tidak terlalu dipengaruhi oleh fasilitas dan kondisi kerja, melainkan oleh perhatian yang diberikan oleh manajemen pada mereka.Temuan kedua ialah bahwa perilaku oleh seorang pekerja sangat ditentukan oleh dan terikat pada norma-norma kelompok kerja di mana seseorang menjadi anggota.

Kedudukan Manusia dalam Organisasi


A. Hakikat Manusia
Sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa manusia adalah faktor utama yang sangat penting dalam setiap organisasi apapun bentuknya. Ketika manusia memasuki dunia organisasi dan dia beraktifitas disana, maka itulah awal perilaku manusia yang berada dalam organisasi itu. Oleh karena persoalan- persoalan manusia senantiasa berkembang berdasarkan situasi dan kondisi dan semakin sulit dikendalikan, maka persoalan-persoalan organisasi dan khususnya persoalan perilaku organisasi semakin hari semakin berkembang.
Menurut Nawawi (2005:3) mengemukakan bahwa manusia adalah mahluk ciptaan Tuhan YME yang kompleks dan unik dan diciptakan dalam integrasi dua subtansi yang tidak dapat berdiri sendiri. Subtansi pertama disebut tubuh (fisik/jasmani) sebagai unsur materi, sedangkan subtansi ke dua disebut jiwa (rohani/psikis) yang bersifat non-materi. Tanpa keterpaduan itu wujudnya bukan manusia, karena secepat tubuh di tinggalkan jiwa, maka yang tampak sebagi materi bukan manusia lagi tetapi mayat atau jenazah. Dalam keadaan seperti itu, tidak satupun fungsi manusiawi yang dapat di jalankannya. Demikian pula sebaliknya jiwa yang pergi yang meninggalkan tubuh yang disebut roh, bukan manusia lagi yang tidak mampu yang menjalankan fungsi kemanusiaan sebagaimana sebelumnya .
Selanjutnya dikatakan Nawawi (2007) bahwa dalam keterpaduan kedua subtansi itu manusia menjalani hidup dan kehidupan yang kompleks dan unik. Salah satu keunikannya yang mendasar adalah kehidupannya yang di bekali dengan hakekat kemanusiaan (manusiawi) yang terdiri dari :
1. Hakikat Individu
Manusia di dalam mengeksistensikan dirinya sebagai individu selamanya menginginkan untuk diperlakukan sebagai individu. Hal ini memberikan kesadaran bahwa dirinya selain berbeda, tetapi juga sama dengan individu yang lain. Setiap individu menyadari identitasnya yang tidak sama secara fisik dan psikis dari individu yang lain. Wajahnya atau bahkan hidung, bibir, mata dan lain-lain sebagian dari wajahnya tidak pernah sama dengan individu yang lain. Jalan dan gaya pun tidak sama. Demikian pula kemampuan psikis (jiwa) berupa bakat, inisiatif, kreatifitas, proses berfikir ,sifat-sifat kepribadian (riang , pemarah, pendiam dan lain-lain ) tidak lah sama satu dengan yang lain. Dalam ketidaksamaan itu, setiap manusia tampil sebagai individualitas, dan memerlukan perlakuan sesuai individualitasnya masing-masing. Ini berarti setiap individu tidak menginginkan dirinya dihargai karena orang lain, tetapi dia menginginkan dihargai karena dirinya sendiri

2. Hakikat Sosialitas
Di dalam beraktifitas sehari-hari di muka bumi ini setiap manusia sebagai individu memerlukan individu yang lain. Tidak seorang pun manusia yang dapat hidup sendiri dan menyendiri tanpa interaksi dengan sesama manusia. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki hakekat sosialitas (kebersamaan) berupa kecenderungan untuk berada bersama pada satu tempat dan waktu yang sama dengan saling berinteraksi.
Kecenderungan inilah yang mendorong manusia hidup berkelompok yang disebut masyarakat. Semakin besar kelompoknya disebut bangsa, yang merasa bersatu dengan identitas yang sama atau memiliki kesamaan. Kecenderungan itu dilakukan manusia juga dengan membentuk kelompok-kelompok yang lebih kecil, untuk mencapai tujuan bersama dan di sebut organisasi.
Dengan kata lain organisasi sebagai bentuk perwujudan hakekat sosial manusia, terbentuk karena sejumlah individu yang memiliki kepentingan yang sama, bersepakat untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan /cita-cita yang sama. Kepentingan manusia sangat banyak jenisnya dan menyentuh seluruh aspek kehidupanya. Salah satu kepentingan tersebut berkenan dengan aspek kehidupan sosial ekonomi, yang mendorong manusia membentuk organisasi kerja untuk memperoleh penghasilan guna memenuhi kebutuhannya. Di antara organisasi itu yang dominan dalam kehidpan masarakat moderen di sebut perusahaan atau badan usaha. Di dalam organisasi itu setiap manusia yang menjadi anggotanya, selalu berharap dan berusaha untuk dapat mewujudkan seluruh hakekat kemanusiaanya

3. Hakikat Moralitas
Pada hakekatnya setiap manusia sebagai individu maka didalam beraktifitas didalam masyarakat menginginkan untuk hidup secara harmonis bersama individu yang lain. Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri manusia sebagai ciptaan Tuhan YME yang memiliki hakekat moralitas berupa kecenderungan pada norma- norma dan nilai-nilai, yang memungkinkan hidup sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Kecenderungan pada norma-norma inilah yang mendasari kemampuan manusia untuk mengenali batas-batas yang harus dihormati dan di wujudkannya untuk dapat hidup bersama di dalam masarakat, termasuk juga dalam bentuk organisasi. Norma-norma tersebut berkembang dari waktu ke waktu.Usaha untuk mencari norma sering mencapai tertinggi dan absolut bahkan ada diantara menjadi suatu kepercayaan yang secara turun temurun diwariskan pada generasi berikut sehingga menjadi agama nenek moyangnya. Namun ada pula kelompok lain memperoleh norma bukan karena usaha pencaharian, tetapi keran petunjuk sang pencipta alam semesta melalui para Nabi dan Rasul. Norma-norma inilah sengat besar pengaruhnya dalam aktifitas manusia dan kemanusiaan didalam mewujudkan eksistensinya baik dalam hakekat individu maupun sosialitasnya di dalam berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan suatu organisasi.

4. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Berbagai cabang ilmu-ilmu sosial memberi petunjuk bahwa manusia, disamping sebagai insan ekonomi dan insan sosial, juga tetap merupakan individu dengan jati diri yang khas. Prinsip tersebut berarti antara lain bahwa untuk dapat memperlakukan seseorang secara tepat, perlu pemahaman tentang apa yang disebut sebagai variabel bebas yang membuat seseorang itu sebagai insan dengan karakteristik yang khas sifatnya.
Pemahaman demikian sangat penting apabila dikaitkan dengan usaha seseorang pimpinan untuk dapat meramalkan perilaku para bawahannya dan dengan demikian menjadikannya sebagai anggota organisasi yang mampu memberikan sumbangsih yang diharapkan daripadanya. Kemampuan seperti itu merupakan refleksi efektivitas kepemimpinannya.

B. Pengertian Organisasi
Agar kita dapat menelaah masalah-masalah yang dihadapi oleh organisasi baik pemerintah maupun swasta, dirasa perlu menelaah kembali apa yang dimaksud dengan organisasi. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut disajikan defenisi-defenisi organisasi yang dikemukakan oleh para ahli.
a. Chester I. Barnad, (1938): “Organization as a system of cooperatives of two or more persons” (Organisasi adalah sistem kerjasama antara dua orang atau lebih.
b. Edwin B. Flippo menyatakan bahwa: organisasi adalah sistem hubungan antara sumebr daya (among rsources) yang memungkikankan pencapaian sasaran.
c. James D. Mooney berpendapat bahwa: “Organization is the form of every human association for the attainment of coomon purpose” (Organisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk pencapaian tujuan bersama. (dalam Djatmiko, 2003:2).
d. Gitosudarmo (2000:1), mengemukakan pengertian organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara teratur dan berulang-ulang oleh sekolmpok orang untuk mencapai suatu tujuan
e. Nawawi, (2000:8), menyatakan pendapatnya tentang pengertian organisasi dari dua segi yaitu pengerian organisasi secara statis dan dinamis yaitu :
1) Pengertian Statis: Organisasi adalah wadah berhimpun sejumlah manuuusia karena memiliki kepentingan yang sama. Statis dalam artui bahwa setiap orgnisasi memiliki struktur yang cenderung tidak berubah-ubah disamping itu posisi, status dan jabatan juga cenderungt permanen.
2) Pengertian Dinamis : Proses kerjasama sejumlah manusia (dua orang atau lebih) untuk mencapai tujuan bersama. Dinamis dalam arti bahwa kerjasama berlangsung secara berkelanjutan atau proses yang selalu mungkin menjadi lebih efektif dan efesien, sebaliknya juga semakin kurang efektif atau kurang efesien. Disamping itu interaksi antar manusia didalam organisasi tidak pernah sama dari waktu ke waktu.
Dari pengertian organisasi sebagaimana telah diuraikan di atas, pada dasarnya memiliki 4 (empat) unsur pokok (Nawawi,
2008) yaitu :
1. Manusia. Unsur ini dari segi jumlah terdiri dari dua orang atau lebih.
2. Filsafat. Manusia yang menghimpun diri dalam organisasi,
dengan hakekat kemanusiaannya, menjalani kehidupan bersama berdasarkan filsafat yang sama, sehingga memungkinkan terwujudnya kerjasama.
3. Proses. Organisasi sebagai perwujudan interaksi antar manusia yang menghasilkan kerjasama, tidak pernah berhenti selama manusia berhimpun didalamnya. Oleh sebab itu kerjasama tersebut sebagai kegiatan yang berlangsung sebagai proses.
4. Tujuan. Organisasi didirikan manusia adalah karena kesamaan kepentingan, baik dalam rangka mewujudkan hakekat kemanusiannya maupun secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhannya.

Ini berarti bahwa dalam setiap organisasi selalu ada atau beberapa orang yang bertanggung jawab untuk mengkoor- dinasikan sejumlah orang yang bekerjasama tadi dengan segala aktivitasnya. Dalam banyak hal orang yang bertanggung jawab tadi juga harus mengkoordinasikan aneka ragam kegiatan sekumpulan orang yang lazimnya mempunyai kepentingan yang berbeda. Ketentuan yang seharusnya disetujui bersama, sering tidak diketahui oleh semuanya dan malah mungkin terpaksa disetujui. Hal ini banyak terlihat hampir di semua organisasi baik pemerintah maupun swasta. Dengan kata lain bahwa pengertian organisasi akan semakin kompleks, strukturnya menjadi rumit, dan tingkat formalitasnya menjadi besar dan semua itu akan mempengaruhi orang-orang yang bekerjasama di dalam organisasi tersebut. Ini berarti dimensi manusia merupakan hal yang sangat urgen dalam organisasi.
Dengan demikan dapat disimpulkan bahwa semua organisasi memiliki kesamaan, yang berbeda hanyalah bidang geraknya karena didasari oleh berbagai kepentingan manusia yang terhimpun di dalamnya. Hasibuan,2006:6, mengemukakan bahwa organisasi dilihatdari tujuannya dikenal dengan organisasi perusahaan (business organization) dan organisasi social (public organization). Organisasi perusahaan bertujuan mendapatkan laba dan prinsip kegiatannya ekonomi rasional. Organsasii social bertujuan memberikan pelayanan sedang prinsip kegiatannya ialah pengabdian social.

C. Perubahan Paradigma Orgnaisasi
Dalam perkembangannya organisasi telah dan mengalami perubahan paradigm. Mulai dari paradigma klasik, paradigm human dan paradigma kolaborasi. Menurut Limerick dan Cunnington (1993) sebagaimana dikemukakan oleh Keban (2008:129) bahwa pada paradigm klasik tokoh yang sangat popular adalah Fayol, Taylor, Urwick dan Gullick, Gant, dsb. Rancangan organisasi pada generasi ini adalah :
1. Orientasi pada efesiensi yang tinggi;
2. Sistem otoritas dan kendali yang sangat hirarkis dengan rental kendali yang sangat sempit;
3. Prisnsip-prinsip spesialisasi, sentralisasi dan formalisasi

Paradigma dalam aliran ini mendapat kritikan tajam karena memperlakukan manusia dalam organisasi seperti mesin (kurang manusiawi). Organisasi dilihat seperti sebagai suatu proses mechanistic. Kreatifitas, inisiatif dan partisipasi anggota tidak dihargai sama sekali.
Dalam paradigma human, telah terjadi pergeseran pandangan tentang manusia dalam organisasi. Manusia telah dilihat sebagai makhluk sosial yang dapat membentuk sendiri kelompok- kelompok informal sesuai dengan keinginannya, dan ingin bekerja pada kondisi kerja yang menyenangkan. Tokoh sebagai pelopor pada generasi ini adalah Elton Mayo dengan eksperimennya di Hawthrone tahun 1930an. Dalam pola ini dapat diketemukan bahwa asumsi yang berlaku sebelumnya keliru, yaitu bahwa kepentingan anggota organisasi adalah sama dengan kepentingan manajemen, dan manusia tidak dapat lagi dilihat sebagai individu yang independen tetapi memiliki kelompok atau kolektivitas. Dengan kata lain manusia harus dilihat sebagai “social man” sehingga factor human mendapat perhatian utama. Tokoh lain yang mendukung aliran ini adalah Rensis Likert. Karya-karyanya yang menekankan prinsip-prinsip hubungan-hubungan yang bersifat “supportif” yang memperhatikan.

















Perilaku Individu dalam Organisasi

A. Pengertian Perilaku Organisasi
Perbagai pengertian perilaku organisasi telah banyak dikemukakan oleh para ahli, perilaku organisasi sebagai terjemahan dari organizational behavior, tentunya disini penulis tidak memperbincangkan apakah terjemahan itu sudah tepat atau belum. Menurut penulis terjemahan tersebut sudah tepat dan mengandung pengertian sesuai dengan istilahnya.
Perilaku Organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam suatu organisasi atau suatu kelompok tertentu. Ia meliputi aspek yang ditimbulkan dari pengaruh organisasi terhadap manusia demikian pula aspek yang ditimbulkan dari pengaruh manusia terhadap organisasi. Tujuan praktis dari penelaahan studi ini adalah untuk mendeterminasi bagaimanakan perilaku manusia itu mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-tujuan organisasi. (Thoha , 2007 : 5). Dalam perspektif system pengendalian manajemen, Sokarno, 2002:11, mengemukakan bahwa perilaku organisasi merupakan “crucial” untuk dapat memahami, menjelaskan, memperkirakan dan mempengaruhi/mengubah perilaku manusia yang terjadi di organisasi tempat kerja. Pengertian ini mengandung tiga unsur pengertian yaitu :
1) perilaku organisasi mencermati tingkah laku yang kasat mata, seperti diskusi dngan temankerja, mengoperasikan computer, menyuusun laporan.;
2) perilaku organisasi mempelajari tingkah laku manusia sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok organisasi;
3) perilaku kelompok juga menganalisis perilaku kelompok dan organisasi sendiri.
Menurut Duncan yang dikutip oleh Thoha bahwa bidang baru dari ilmu tingkah laku yang dikembangkan dengan titik perhatiannya pada pemahaman perilaku manusia di dalam suatu organisasi yang sedang berproses, dinamakan perilaku organisasi.
Serentetan defenisi tentang perilaku organisasi selalu titik awal pemberangkatannya dimulai dari perilaku manusia dan atau lebih banyak menekankan pada aspek-aspek psikologi dari tingkah laku individu. Hal-hal lain yang kiranya bisa dipertimbangkan, seperti yang dijelaskan oleh Duncan, (1984 : 7) antara lain :
1. Studi perilaku organisasi termasuk di dalamnya bagian- bagian yang relevan dari semua ilmu tingkah laku yang berusaha menjelaskan tindakan-tindakan manusia di dalam organisasi. Oleh karenanya semenjak uang merupakan bagian dari alasan orang untuk mencari pekerjaan, maka aspek ekonomi tertentu adalah relevan bagi ilmu organisasi ini. Dan juga sejak tingkah laku orang dipengaruhi oleh perfomannya, maka psikologi adalah relevan pula, sosiologi demikian pula, ia bisa menjelaskan pengertian pengaruh kelompok terhadap tingkah laku individu.
2. Perilaku organisasi sebagaimana suatu disiplin mengenal bahwa individu dipengaruhi oleh bagaimana pekerjaan diatur dan siapa yang bertanggung jawab untuk pelaksanaanya. Oleh karenanya ilmu ini memperhitungkan pula pengaruh struktur organisasi terhadap perilaku individu.
3. Walaupun dikenal adanya keunikan pada individu, namun perilaku organisasi masih memusatkan pada kebutuhan manajer untuk menjamin bahwa keseluruhan tugas pekerjaan bisa dijalankan. Sehingga kesimpulannya ilmu ini mengusulkan beberapa cara agar usaha-usaha individu itu bisa terkoordinasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi.

Gito Sudarmo, (2000 : 4) memberikan defenisi bahwa perilaku keorganisasian adalah merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang interaksi manusia dalam organisasi yang meliputi studi secara sistematis tentang perilaku, struktur dan proses di dalam organisasi.
Larry L. Cummings, (Dalam Thoha, 2007:7) Presiden dari Akademi Manajemen di Amerika Serikat memberikan suatu analisa perbedaan antara perilaku organisasi dengan disiplin lain yang erat hubungannya dengan ilmu perilaku. Menurut Cummings perbedaan yang dimaksud sebagai berikut :
1. Perbedaan antara Perilaku Organisasi dengan Psikologi
Organisasi antara lain : psikologi organisasi membatasi konstruksi penjelasannya pada tingkat psikologi saja, akan tetapi Perilaku Organisasi konstruksi penjelasannya berasal dari multi disiplin. Kesamaan keduanya ialah kedua bidang tersebut menjelaskan perilaku orang-orang di dalam suatu organisasi.
2. Perbedaan antara Perilaku Organisasi dengan Teori Organisasi didasarkan pada dua perbedaan antaranya unit analisanya dan pusat variabel tak bebas. Perilaku organisasi dirumuskan sebagai suatu studi dari tingkah laku individu dan kelompok di dalam suatu organisasi dan penerapan dari ilmu pengetahuan tertentu. Teori organisasi adalah studi tentang susunan, proses, dan hasil-hasil dari organisasi itu sendiri.
3. Perbedaan antara Perilaku Organisasi dengan Personnel dan Human Resourcer adalah bahwa Perilaku Organisasi lebih menekankan pada orientasi konsep, sedangkan Personnel dan Human Resources (P&HR) menekankan pada teknik dan teknologi. Variabel-variabel tak bebas, seperti misalnya tingkah laku dan reaksi-reaksi yang efektif dalam organisasi, seringkali muncul pada keduanya. Personnel dan Human Resourcer (P&HR) nampaknya berada pada permukaan antara organisasi dan individu, dengan menekankan pada pengembangan dan pelaksanaan system pengangkatan, pengembangan, dan motivasi dan individu-individu di dalam suatu organisasi.

B. Perilaku Individu dalam Organisasi
Sebagaimana diterangkan dalam bab terdahulu bahwa manusia adalah salah satu dimensi dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung organisasi. Perilaku organisasi hakikatnya adalah hasil-hasil integrasi antara individu-individu dalam organisasinya. Oleh karena itu untuk memahami perilaku organisasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu-individu sebagai pendukung organisasi tersebut.
Menurut David A.Nadler (1970) sebagaimana dikemukakan oleh Anoraga (1995:54) dan Thoha (2007:33) bahwa perilaku manusia adalah sebagai suatu fungsi dari integrasi antara person atau individu dengan lingkungannya. Sebagai gambaran dari pemahaman ungkapan ini, misalnya seorang tukang parkir yang melayani memparkir mobil, seorang tukang pos yang menyampaikan surat-surat ke alamat, seorang karyawan asuransi yang datang ke rumah menawarkan jasa asuransinya, seorang perawat di rumah sakit, dan juga seorang manajer di kantor yang membuat keputusan. Berbagai karakter yang diperlihatkan oleh individu sesuai dengan jabatanya tentunya akan berbeda-beda. Dan perilakunya adalah ditentukan oleh masing-masing lingkungannya yang memang berbeda.
Karakter yang dibawah individu ke dalam tatanan organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya. Organisasi yang juga merupakan suatu lingkungan bagi individu mempunyai karakteristik pula. Adapun karakteristik yang dipunyai organisasi antaranya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan-pekerjaan, tugas- tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian (reward system), sistem pengendalian dan lain sebagainya.
Jikalau karakteristik individu terintegrasi dengan karakteristik organisasi maka akan terwujudlah perilaku individu dalam organisasi.

C. Sifat-Sifat Individu Dalam Organisasi
Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat manusia ialah dengan menganalisa kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan salah satu bagian daripadanya. Prinsip-prinsip dasar itu sebagaimana dikemukakan oeh Thoha, (2007:36) sebagai berikut:
1. Manusia berbeda perilakunya, karena kemampuannya tidak sama
Mempelajari prinsip dasar kemampuan amat penting agar dapat diketahui mengapa seseorang berbuat dan berperilaku berbeda dengan yang lain. Dengan adanya keterbatasan kemampuan ini, maka setiap orang didalam melaksanakan tugasnya akan tidak sama pula. Demikian pula dengan seorng pemimpin. Ada seorang pemimpin bisa mengatasi persoalan yang rumit hanya memerlukan beberapa saat saja, tetapi tidak demikianlah dengan pimpinan yang lain, ia memerlukan puasa tiga hari tiga malam, berkonsultasi dengan orang tua disuatu desa yang diagung-agungkan, dan banyak cara yang dilakukan.Keterbatasan kemampuan ini yang membuat seseorang bertingkah laku yang berbeda. Banyak yang diinginkan manusia, tetapi jawaban manusia untuk mewujudkan keinginannya itu terbatas, sehingga menyebabkan semua yang diinginkan itu tidak tercapai.
Ada yang beranggapan bahwa perbedaan kemampuan ini karena disebabkan sejak lahir manusia ditakdirkan tidak sama kemampuannya. Ada pula yang beranggapan bukan disebabkan sejak lahir, melainkan karena perbedaanya menyerap informasi dari suatu gejala. Ada lagi yang beranggapan bahwa perbedaan kemampuan itu disebabkan kombinasi dari keduanya. Oleh karenanya kecerdasan merupakan salah satu perwujudan dari kemampuan seseorang, ada pula yang beranggapan bahwa kecerdasan seseorang itu juga berasal dari pembawaan sejak lahir, adapula yang beranggapan karena didikan dan pengalaman. Namun demikian ada pula yang membenarkan bahwa kecerdasan (IQ) seseorang itu dipengaruhi oleh tingkat keterbatasan karena adanya pembatasan-pembatasan psyhis (physiological limitation).
Lepas dari setuju atau tidak setuju dari perbedaan-perbedaan tersebut ternyata bahwa kemampuan seseorang dapat membedakan perilakunya. Dan karena perbedaan kemampuannya ini maka dapat kiranya dipergunakan untuk memprediksi pelaksanaan dan hasil kerja seseorang yang bekerja sama di dalam suatu organisasi tertentu.
Disinilah mengapa kita perlu memahami sifat-sifat manusia, karena dengan memahami hal tersebut dimana mengapa setiap orang berbeda maka kita akan paham mengapa seseorang berperilaku berbeda dengan yang lain di dalam melaksanakan suatu kerja yang sama.
2. Manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda.
Para ahli sepakat bahwa manusia ini berperilaku karena di dorong oleh serangkaian kebutuhan. Dengan adanya kebutuhan yang ada dalam diri setiap individu, hal ini mendorong semangatnya untuk berbuat dalam mencapainya sesuatu objek atau hasil.
Kebutuhan seseorang berbeda dengan kebutuhan orang lain. Seseorang karyawan yang didorong untuk mendapatkan tambahan gaji supaya dapat hidup satu bulan dengan keluarganya, tingkah perilakunya jelas akan berbeda dengan karyawan yang didorong oleh keinginan memperoleh kedudukan agar mendapatkan harga diri di dalam masyarakat.

D. Kepribadian
Berbicara tentang kepribadian sering diidentikkan dengan perilaku. Hubungan antar kepribadian dengan perilaku memang agak rumit dipahami oleh setiap manajer. Ketika kita berbicara mengenai kepribadian, kita tidak memaksudkan bahwa seorang mempunyai pesona (charm), suatu sikap positif terhadap hidup, wajah yang tersenyum. Bila para psikolog bicara mengenai kepribadian, mereka maksudkan suatu konsep dinamis yang menggambarkan pertumbuhan dan pengembangan dari sistem psikologis keseluruhan dari seseorang. Bukannya memandang pada bagian-bagian dari pribadi itu, kepribadian memandang pada keseluruhan agregasi yang lebih besar daripada jumlah dari bagian- bagian.
Definisi yang paling sering digunakan dari kepribadian oleh Gordon Allport hampir 60 tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa kepribadian adalah “organisasi dinamis pada masing-masing sistem psikofisik yang menentukan penyesuaian unik terhadap lingkungannya” (Robbins, 2001 : 50). Banyak penulis yang memberikan defenisi kepribadian yang berbeda, tetapi pada umumnya ada kesamaan, yaitu sesuatu yang unik pada diri seseorang jika berinteraksi dengan orang lain atau lingkungannya.
Sigit (2003 : 26) menyatakan bahwa kepribadian adalah unik, karena tidak ada orang yang sama persis dengan orang lain, paling- paling hanya mirip saja.
Tanpa mempersoalkan bagaimana orang mendefeniskan kepribadian, beberapa prnsip pada umumnya yang diterimaoleh para ahli psikologi adalah sebagai berikut :
1. Kepribadian adalah suatu keseluruhan yang terorganisasi, apabila tidak, individu tidak mempunyai arti;
2. Kepribadian kelihatannya diorganisasi dalam pola tertentu.
Pola ini sedikit banyak dapat diamati dan diukur;
3. Walaupun kepribadian mempunyai dasar biologis, tetapi perkembangan khususnya adalah hasil dari lingkungan social dan kebudayaan;
4. Kepribadian mempunyai beberapa segi yang dangkal, seperti
sikap untuk menjadi pemimpin, dan inti yang lebih dalam seperti sentimenmengenai wewenang atau etik kerja;
5. Kepribadian mencakup ciri-ciri umum dank has. Setiap orang berbeda satu sama lain dalam beberapa hal, sedangkan dalam beberapa hal serupa.

Dari kelima prinsip di atas, Sofyandi 2007:74, mengemukakan bahwa kepribadian ialah seperangkat karakteristik yang relative mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh factor-faktor keturunan dan factor-faktor social, kebudayaan dan lingkungan.
Nilai-Kast dan james (2002:350), memberikan batasan tentang kepribadian seseorang merupakan kombinasi yang kompleks dari sifat fisik dan mental,nilai-nilai, sikap, kepercayaan, selera, minat kebiasaan, dan ciri-ciri lain yang mebentuk suatu diri yang unik. (unique self).
Oleh sebab itu yang dimaksud dengan kepribadian dalam tulisan ini adalah kombinasi daripada karakteristik-karakteristik mental dan phisikal yang tampak unik dan stabil pada seseorang yang sering timbul pada waktu ia berinteraksi dengan orang lain atau lingkungan.

E. Determinan Kepribadian
Argumentasi awal yang sering diperdebatkan dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang merupakan hasil keturunan atau lingkungan. Apakah kepribadian ditentukan sebelumnya saat kelahiran, ataukah itu akibat dari interaksi individu itu dengan lingkungannya?
Jelas, tidak ada jawaban hitam putih yang sederhana. Kepribadian tampaknya merupakan suatu hasil dari kedua pengaruh itu. Tambahan pula, dewasa ini kita mengenali suatu faktor ketiga situasi. Dengan demikian kepribadian seorang pada umumnya terbentuk oleh faktor keturunan maupun lingkungan, yang diperlunak (moderated) oleh kondisi situasi,
1. Keturunan
Keturunan merujuk ke faktor-faktor yang ditentukan pada saat pembuahan. Sosok fisik, daya tarik wajah, kelamin, temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat energi, dan ritme hayati merupakan karakteristik yang umumnya dianggap sebagai atau sama sekali atau sebagian besar dipengaruhi oleh siapa kedua orangtua anda, yaitu oleh susunan hayati, faali (fisiologis) dan psikologis yang melekat. Pendekatan keturunan berargumen bahwa penjelasan paling akhir dari kepribadian seorang individu adalah struktur molekul dari gen, yang terletak dalam kromosom. Lombroso ( dalam Sofyandi 2007:79), seorang menjadi penjahat karena memang ia sudah dilahirkan sebagai penjahat. Lombroso tidak tidak terlalu memperhatikan pengaruh lingkungan. Menurutnya pengaruh bawaan atau turunan sangat dominan membentuk kepribadian seseorang. Itulah sebabnya mengapa para manajer sangat memerlukan latar belakang kehidupan seseorang ketika proses rekruiment.

2. Lingkungan
Faktor lain yang memiliki peran yang cukup signifikan pada pembentukan kepribadian kita adalah budaya dimana kita dibesarkan. Pengkondisian dini, norma-norma diantara keluarga, teman-teman, dan kelompokkelompok sosial,serta pengaruh pengaruh lain yang kita alami. Lingkungan yang dipaparkan pada kita memainkan suatu peran yang cukup besar dalam membentuk kepribadian kita. Tokoh yang sangat terkenal denga teori “Tabula Rasa” Jhon Locke, menurutnya bahwa seorang bayi yang dilahirkan itu adalah ibarat selembar kertas putih. Lingkunganlah yang dapat menentukan apakah kertas putih itu akan menjadi hitam, kuning, merah atau apapun juga.
Para ahli sepakat bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya. Jika seseorang dibentuk dalam rumah tangga yang bahagia, pola perilaku akan bersikap baik misalnya dalam sifat-sifat yang positif seperti peramah, gembira, sabar, toleran, mdah diajak kerja sama, tidak egois danlain-lain. Sebaliknya, jika seseorang dibesarkan dalam keluarga yang tidak bahagia dimana kedua orang tuanya yang sering bertengkar maka sifat-sifat seperti digambarkan di atas tidak akan nampak.

3. Situasi
Faktor ketiga, situasi, memepengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian. Kepribadian seseorang, walaupun pada umumnya mantap dan konsisten, berubah dalam situasi yang berbeda. Tuntutan yang berbeda dari situasi yang berlainan memunculakn aspek-aspek yang berlainan dari kepribadian seseorang. Oleh karena itu hendaknya kita tidak melihat pola kepribadian dalam keterpencilan (isolasi).
Sementara tampaknya logis untuk mengendalikan bahwa situasi akan mempengaruhi kepribadian seseorang, untuk suatu bagan klasifikasi yang rapi akan mengatakan kepada kita dampak berbagai tipe situasi sejauh ini tidak kita punyai. “Tampaknya kita belum sampai pada pengembangan suatu sistim untuk menjelaskan situasi sehingga suatu itu dapat dipelajari secara sistimatis” Bagaimanapun, kita memang tahu bahwa situasi tertentu lebih relevan daripada situasi lain dalam mempengaruhi kepribadian.

















Perilaku Kelompok dalam Organisasi


A. Teori Pembentukan Kelompok
Sebagai makhluk sosial menusia tidak bisa dipisahkan dari kelompok. Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Tiap hari manusia akan terlibat dalam aktivitas kelompok. Demikian pula kelompok merupakan bagian dari kehidupan organisasi.
Menurut Thoha (2007:80) mengemukakan bahwa banyak teori yang mecoba mengembangkan suatu anggapan mengenai awal mula terbentuk dan tumbuhnya suatu kelompok. Teori yang sangat dasar tentang terbentuknya kelompok ini ialah mencoba menjelaskan tentang adanya afiliasi di antara orang-orang tertentu. Teori ini disebut propinquity atau teori kedekatan, artinya seseorang berhubungan dengan orang lain disebabkan karena adanya kedekatan ruang dan daerahnya (Spatial and geographical proximiti). Teori ini mencoba untuk meramalkan bahwa seorang mahasiswa yang duduk berdekatan dengan seorang mahasiswa lain di kelas akan lebih mudah membentuk suatu kelompok dibandingkan dengan mahasiswa yang duduk berjauhan. Dalam sutu kantor, pegawai-pegawai yang bekerja dalam ruangan yang sama atau yang berdekatan akan mudah bergabung dan membuat hubungan- hubungan yang menimbulkan adanya kelompok, dibandingkan dengan pegawai-pegawai yang secara fisik terpisahkan satu sama lain.
Teori pembentukan kelompok yang lebih komprehensif adalah suatu teori yang berasal dari George Homans.(dalam Thoha 2007:80). Teorinya berdasarkan pada aktivitas-aktivitas,interaksi- interaksi,dan sentimen-sentimen (perasaan atau emosi). Tiga elemen ini satu sam lain berhubungan secara langsung, dan dapat dijelaskan sebagai berikut :
(1) Semakin banyak aktivitas-aktivitas seseorang dilakukan dengan orang lain (shared), semakin beraneka interaksi- interaksinya,dan juga semakin kuat tumbuhnya sentimen- sentimen mereka.
(2) Semakin banyak interaksi-interaksi diantara orang-orang, maka semakin banyak kemungkinan aktivitas-aktivitas dan sentimen yang ditularkan (shared) pada orang lain.
(3) Semakin banyak aktivitas dan sentimen yang ditularkan pada orang lain, dan semakin banyak sentimen seseorang dipahami oleh orang lain, maka semakin banyak kemungkinan ditularkannya aktivitas dan interaksi-interaksi.

Salah satu teori yang agak menyeluruh (comprehensive) penjelasannya tentang pembentukan kelompok ialah teori keseimbangan (a balance theory of group formation), yang dikembangkan oleh Theodore Newcomb. (Dalam Thoha, 2003 81). Teori ini menyatakan bahwa seseorang tertarik kepada yang lain adalah didasarkan atas kesamaan sikap didalam menanggapi suatu tujuan yang relevan satu sama lain.
Teori lain yang sekarang ini sedang mendapat perhatian betapa pentingnya didalam memahami terbentuknya kelompok, ialah Teori pertukaran (exchange teori). Teori ini ada kesamaan fungsinya dengan teori motivasi dalam bekerja.
Teori pertukaran kelompok berdasarkan atas interaksi dan susunan hadiahbiaya-dan hasil. Suatu tingkat positif yang minim (hadiah lebih besar daripada biaya) dari suatu hasil harus ada, jikalau diinginkan terdapatnya daya tarik dan afiliasi.
Teori lain dari pembentukan kelompok adalah didasarkan atas alasanalasan praktis (practicalities of group formation). Contoh dari teori ini, antara lain karyawankaryawan suatu organisasi mungkin dapat mengelompok disebabkan karena alasan ekonomi, keamanan atau alasan-alasan sosial. Secara logis, karyawan karyawan yang mendasarkan pertimbangan ekonomi bisa bekerja dalam suatu proyek karena dibayar untuk itu, atau mereka dapat bersama-sama didalm serikat buruh karena mempunyai tuntutan yang sama tentang kenaikan upah. Untuk alasan keamanan, bersatunya kedalam suatu kelompok karena membuat dirinya satu front untuk menghadapi deskriminasi, pemecatan, perlakuan, sepihak, dan lain sebagainya. Demikian seterusnya alasan-alasan praktis ini membuat orang-orang dapat mengelompok dalam suatu group.
Dari pemahaman beberapa teori pembentukan kelompok seperti yang diuraikan diatas, dapat kemudian diidentifikasikan karakteristik dari suatu kelompok itu. Menurut Reitz, karakteristik yang menonjol dari suatu kelompok itu, antara lain:
(1) Adanya dua orang atau lebih
(2) Yang berinteraksi satu sama lainnya
(3) dan melihat dirinya sebagai suatu kelompok.

Oleh sebab itu Gito Sudarmo (2000:57), memberikan defenisi kelompok sebagai dua orang atau lebih berkumpul dan berinteraksi serta saling tergantung untuk mencapai tujuan tertentu. Sedangkan Indrawijaya (1989:91) menyatakan bahwa dalam suatu kelompok terdapat pengaruh dari pelaku organisasi (kelompok) terhadap perilaku perorangan. Sebaliknya perilaku perorangan juga berpengaruh terhadap norma dan sistem nilai bersama yang biasanya menjadi perilaku kelompok.
Duncam dalam Sofyandi, (2007:126) mengemukakan ada empat ciri utama kelompok, yaitu :
1. Common motive (s) leading to group interaction. Anggota suatu kelompok paling tidak harus mempunyai satu tujuan bersama.
2. Members who are affected differently by their interacation. Hubungan dalam suatu kelompok harus memberikan pengaruh kepada setiap anggotanya. Tingkat pengaruh tersebut diantara mereka dapat berbeda.
3. Group structure with diferent degress of status. Dalam kelompok selalu ada perbedaan tingkat/status, kerana akan selalu ada pimpinan dan pengikut.
4. Standard norms and values. Karena kelompok tebentuk untuk mencapai tujuan bersama, maka biasana pembentukannya disertai tingkah laku dan system nilai bersama. Anggota kelompok diharapkan mengikuti pola tersebut.

B. Bentuk-Bentuk Kelompok
Banyak terdapat beberapa bentuk kelompok. Teori-teori yang mencoba melihat asal mula terbentuknya kelompok seperti yang diuraikan diatas menyatakan betapa banyaknya pola bentuk kelompok tersebut. Sosiolog dan psikolog yang mempelajari prilaku sosial dari orang-orang didalam organisasi mengidentifikasikan beberapa perbedaan dari tipe suatu kelompok. Dari perbedaan dan banyaknya bentuk kelompok tersebut, dapat kiranya berikut ini dikemukakan beberapa dari antaranya (Thoha,
2007:85)
1. Kelompok Primer (Primary Group)
Orang yang pertama kali merumuskan dan menganalisa suatu kelompok primer ini adalah Charles H. Cooley. Didalam bukunya organisasi-organisasi sosial (social organizations), yang diterbitkan untuk pertama kalinya tahun 1909.
Seringkali istilah kelompok kecil (small group) dan kelompok primer (primary group) dipakai silih berganti. Secara teknis ada bedanya. Suatu kelompok kecil dijumpai hanya untuk dihubungkan dengan suatu kriteria ukuran jumlah anggota kelompoknya, yakni kecil. Dan pada umumnya tidak diikuti dengan spesifikasi berupa jumlah yang tepatuntuk kelompok kecil tarsebut.Tetapi kriteria yang dapat diterima ialah bahwa kelompok tersebutharuslah sekecil mungkin untuk berhubungan dan berkomunikasi secara tatap muka. Suatu kelompok kelompok primer haruslah mempunyai suatu perasaan keakraban, kebersamaan, loyalitas, dan mempunyai tanggapan yang sama atas nilai dari para anggotanya. Dengan demikian, semua kelompok primer adalah kelompok yang kecil ukurannya, tetapi tidak semua kelompok kecil adalah primer. Contoh dari kelompok primer ini adalah keluarga, dan kelompok kolega (peer group).
2. Kelompok Formal
Kelompok formal adalah suatu kelompok yang sengaja dibentuk untuk melaksanakan suatu tugas tertentu. Anggota- anggotanya biasanya diangkat oleh organisasi. Tetapi itu tidak harus sedemikian pada setiap kasus. Sejumlah orang yang ditetapkan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu merupakan bentuk dari kelompok formal ini. Dan contoh dari kelompok formal ini antaranya komite atau panitia, unit-unit kerja tertentu seperti bagian, laboratorium riset dan pengembangan, tim manajer, kelompok tukang pembersih, dan lain sebagainya.
3. Kelompok Informal
Adapun kelompok informal adalah suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik, dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Anggota kelompok tidak diatur dan diangkat, keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari individu dan kelompok. Kelompok informal ini sering timbul berkembang dalam kelompok formal, karena adanya beberapa anggota yang secara tertentu mempunyai nilai-nilai yang sama yang perlu ditularkan sesama anggota lainnya. Kadangkala kelompok informal berkembang atau keluar dari organisasi formal.
Cara lain untuk memggolongkan kelompok adalah dengan membedakan antara kelompok terbuka dan kelompok tertutup sebagaimana dikemukakan oleh R.C Ziller (1965) dalam bukunya Toward A Theory Of Open Dan Closed Gropusi (dalam Thoha,2007:88). Kelompok terbuka adalah suatu kelompok yang secara ajek (teratur) mempunyai rasa tanggap terhadap perubahan dan pembaharuan. Sedangkan kelompok tertutup adalah kecil kemungkinannya menerima perubahan dan pembaharuan, atau mempunyai kecenderungan tetap menjaga kestabilan.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Kelompok
Menurut Gito Sudarmo (2000:66) prestasi kelompok dapat dipengaruhi oleh dua hal yakni faktor eksternal dan faktor internal.
a. Faktor Eksternal adalah sebagai berikut :
- Strategi organisasi, setiap organisasi mempunyai strategi.
Setiap strategi yang ditetapkan oleh organisasi akan mempengaruhi perilaku kelompok dalam organisasi tersebut.
- Struktur wewenang, setiap organisasi memiliki struktur
wewenang kepada siapa seseorang melapor, siapa yang membuat keputusan. Struktur ini menentukan dimana posisi suatu kelompok tertentu dalam hirarkhi organisasi.
- Peraturan, semakin banyak peraturan formal yang ditetapkan oleh organisasi pada semua pekerjanya, maka perilaku kelompok akan semakin konsisten dan dapat diramalkan.
- Sumber-Sumber Organisasi, besar kecilnya sumberdaya yang ada dalam organisasi yang diberikan kepada anggotanya hal ini akan mempengaruhi perilaku prestasi kelompok.
- Proses Seleksi, Proses seleksi menjadi faktor penting dalam menjaring orang-orang yang berkualitas. Dan hal ini pula akan dapat mempengaruhi perilaku dan prestasi kelompok.
- Penilaian Prestasi dan Sisitem Imbalan, adanya sistem imbalan yang mengkaitkannya dengan prestasi dari kelompok kerja akan mempengaruhi perilaku kelompok tersebut.
- Budaya Organisasi, setiap organisasi memiliki kebiasaan-
kebiasaan yang tidak tertulis yang mentukan perilaku yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pekerja.
- Lingkungan Fisik, Ruangan yang tetata dengan baik, suhu udara dan lain-lain akan mempengaruhi perilaku kelompok.
b. Faktor Internal
- Kemampuan
- Karakteristik Kepribadian

Berlanjut, klik di bawah ini:
PERSEPSI DAN KOMUNIKASI