Nurkarim Nehe lahir 02 Januari 1965 di dusun Kayu Ara, desa Pahang, kecamatan Talawi kabupaten Asahan (sejak akhir 2007 Talawi bagian dari Kabupaten Batubara bersama kecamatan Sei Balei, Tanjungtiram, Limapuluh, Medangderas, Airputih dan Sei Suka).
Ayah bernama Nanoi Nehe (meninggal dunia di Kisaran 1995).
Asal desa Bawomataluwo, Telukdalam, Pulau Nias.
Anak dari Rajoxoriri Nehe salah satu pewaris/pemangku Adat Bawomataluwo, sebuah komunitas di Nias Selatan yang terkenal dengan Rumah Adat Nias dan tradisi Hombo Watu (Lompat Batu).
Sejak 1958 bekerja sebagai petugas tehnis pertanian tanaman pangan dengan jabatan puncak Mantri Tani kecamatan Buntu Pane-Asahan (1962-1984), seterusnya Staff Badan Pelaksana Harian Bimas Kabupaten Asahan, pensiun tahun 1990. Pegawai Negeri Pusat ini berpendidikan Sekolah Usaha Tani (setara SMP) di Tapanuli (Pinang Sori atau Padang Bolak?).
Ibu bernama Zahara Siti, anak dari Kartani-Mila Koeli Kontrak asal Blitar,Jawa Timur. Zahara lahir di kawasan perkebunan karet Kuala Gunung, Limapuluh, kemudian tumbuh dibesarkan makciknya, Siti Maesa, dalam lingkungan Melayu Batubara, dusun Kayu Ara, desa Pahang. Meninggal dunia 2013 di Sidodadi-Kisaran.
Saat ini, salah seorang abangnya, Suwardi, dan bungsunya, Karno, masih hidup di desa Empat Negeri, Kuala Gunung, kecamatan Limapuluh, Batubara.
Nurkarim Nehe anak ketiga dari delapan bersaudara.
Abang, Khazali Nehe, lahir 1960, pegawai PTPN I Langsa.
Kakak, Rodiah Nehe, lahir 1962, ibu rumah tangga, Kisaran.
Satu satunya adik lelaki, Imanan Nehe alias Ucok Nehe, lahir 1967.
Kepala desa Gajah Sakti, kecamatan Aek Songsongan, Asahan, meninggaldunia di Medan,2012.
Amnah Nehe, lahir 1969
Nurhanim Nehe, lahir 1971
Mahyani Nehe, lahir 1973
Mahyuni Nehe, lahir 1975.
"Angka"
Aku masih bisa mengingat, sebelum masa usia sekolah, dibawa-bawa ayah dari sawah ke sawah cerengkerama dengan para petani di sela keseriusannya membimbing agar tanaman pangan mencukupi.
Kursi anyaman rotan disangkutkan di stang sepeda"janda"kesayangan ayah bagaikan Kursi Kerajaan bagiku. Persawahan, tali air (baca: irigasi), gubuk di pematang sawah dan perladangan, warung kopi dan panganan tersaji, rumah penduduk, balai desa, Gethek (rakit penyeberangan) di alur Sungai Silau terbentang antara Seisilau Timur-Jati Sari dan di pekan Pulau Mandi.
Kadang ayah menumpangkanku di rumah Wak Syarif Simatupang (Tinggi Raja), Pak Kancil (Terusan Tengah), Pak Sumadi Astono (Kebun Buntupane), Haji Salim (dusun Pengajian-Tinggi Raja), Pak Gapam Samosir (Urung Pane), Oppung Bistok Simanjuntak (Silau Maraja).
Begitu masuk usia tujuh tahun, atau tahun 1972, belajar formal kumulai di bangku SD Tamansiswa Kisaran, sekitar 400 meter dari rumah kami di Simpang Bunut arah Sidodadi/Gurach Batu. Delapan tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 Mei 1980 aku berhak mendapatkan ijazah.
Ayah sangat bangga, di ijazahku yang ditandatangani Ki Soebardjo itu tertera angka 7,8 dan 9. Tidak ada angka 6 apalagi 5. Total nilai 72 dari 9 bidang Studi. Satu atau dua tahun sebelum tamat SD (disebut juga bagian Taman Muda Perguruan Taman Siswa) aku memperkuat Tim Sepakbola Taman Muda Kisaran di POPTAS (Pekan Olahraga Pelajar Tamansiswa) di Pematang Siantar. Tahun yang sama (lupa) aku terpiih memperkuat Tim Sepakbola SD Kabupaten Asahan di PORSENI Propinsi Sumatera Utara.
1 Juni 1983 tamat dari SMPN 2 Kisaran. Di ijazah yang diteken Adenan Sihombing itu terdapat penurunan dibanding ijazah SD. Angka di tabel ijazah 6,7 dan 8. Total angka 81 dari 11 Bidang Studi. Prestasi terekam di sekolah jalan Mahoni, kawasan Sibogat, tiap semester aku juara kelas (tidak pernah juara umum dari lima kelas: A,B,C, D, dan E), Juara Lomba Karya Tulis dalam Study Tour ke Bonan Dolok, Sibolga, tahun 1982, menjabat Ketua OSIS SMPN 2 saat duduk di kelas dua.
Kejadian"menyedihkan"tamat tidak tepat waktu di SD Tamansiswa, berulang di SMAN 1 Kisaran. Aku menghabiskan waktu empat tahun di sekolah samping barat Stadion Mutiara Kisaran ini. Tragisnya, di ijazah tertanggal 2 Juni 1987 ditandatangani Masri Tambunan itu turun drastis nilainya dibanding ijazah SMP apalagi ijazah SD. Tidak ada lagi angka 8 dan 9, hanya angka 7 dan 6 bahkan Matematika dan Bahasa Jerman masing masing"kena paku"angka 5. Total 77 dari 12 Bidang Study. Angka rata rata tidak sampai 6,5 yang saat itu tertutuplah kesempatan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Sebelum kulanjutkan.., tanyalah apa saja yang kukerjakan selama di SMAN 1 Kisaran?
Menjelang ujian semester pertama, Kelas I-2, aku mengalami kecelakaan lalulintas di Jalan Lintas Sumatera, kawasan Pulo Bandring. Luka parah hingga membungkam cita-citaku bermain sepakbola sebab tulang jari kaki kanan patah, kura kura kaki kanan remuk. Kacaulah proses ujian semester pertamaku, memakai tongkat, hasilnya aku masuk Kelas I IPS2 SMAN 1 Kisaran.
Belajar dalam kondisi sakit tidak menunda kenaikan kelas walau dengan nilai pas-pasan. Di kelas II IPS2 aku terpilih jadi Ketua OSIS SMAN 1 Kisaran, akhirnya kemudian bagiku terbukti bahwa jabatan mendatangkan bencana karena tidak arif bijaksana. Memperjuangkan aspirasi siswa kupimpin unjukrasa kepada Kepala Sekolah untuk tidak menaikkan SPP. Aspirasi ditampung Kepala Sekolah. Aku diskorsing tiga bulan. Jabatan Ketua OSIS dicopot. Aku memang bisa naik ke kelas tiga namun di ujian akhir SMA itu aku gagal atau digagalkan, akhirnya kuterima dengan lapang dada, mengulang satu tahun. Satu pelajaran amat berharga dari kasusku ini: menyimpulkan tanpa mempelajari masalah adalah awal kehancuran. Bagaimana mungkin kenaikan SPP oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan masa itu bisa diprotes seorang Ketua OSIS SMA.
"Kemarahan kulampiaskan"dengan bukti bisa diterima di Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, lewat Sipenmaru 1987. Hitungan ayah kondisi tidak memungkinkan, beliau akan memasuki MPP, adik adik juga butuh biaya sekolah. Rektor pertama UNA HM.Achyar Nasution memfasilitasiku masuk di Fakultas Ekonomi secara gratis. Ternyata tidak nyaman bagiku kuliah dengan gratis atau karena aku sibuk di halte bus antar kota dan antar propinsi di samping rumahku, mencari uang dengan jasa menaikkan penumpang bus. Tiga semester akupun drop out. Melangbuana ke Aceh Timur,"mocok-mocok"sebagai kernet truk, buruh bangunan, sempat bekerja di perkebunan PT.Tatar Anyar Bengkulu Utara.
Ketika aku merantau di Bengkulu Utara, awal tahun 1990, pendiri Waspada Bunda Hajjah Ani Idrus melayangkan surat panggilan untuk menjadi calon Koresponden Waspada di Asahan. Alamatku masih tercatat di Redaksi Waspada sebab saat SMA aku penulis puisi, cerpen (versi Waspada dahulu adalah Cersan: Cerita Santai), essay sastra dan kronik budaya. Tiap bulan aku menerima weselpos dari Waspada, sangat membantu uang jajanku. Aku pulang dari Bengkulu Utara selanjutnya mengikuti test wawancara di Redaksi Waspada Medan. Dan, lulus. Kutinggalkan pekerjaanku di perkebunan Air Muring, Bengkulu Utara itu.
Masih seputar angka, perjalanan karirku sebagai Wartawan Waspada banyak memberi pelajaran dan menuntutku agar lebih banyak belajar lagi. Tahun 2005 aku meendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Asahan tamat dari Jurusan Ekonomi Pembangunan tanggal 30 November 2010 dengan IP 3,1.
Aku tidak ingin berlengah lagi, teringat bagaimana ayah emak bersusah payah mendorongku untuk sekolah, disusul anak sulungku sudah bersiap siap akan memasuki perguruan tinggi, akhirnya kuputuskan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Fisip USU selepas memegang transkrip nilai dari FE UNA. Aku tamat tepat waktu tanggal 31 Januari 2013 dan berhak atas gelar Magister Studi Pembangunan.
Tesisku berjudul"Kontribusi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perkebunan Bagi Masyarakat di Kabupaten Asahan"bahkan direkomendasi penguji untuk dijadikan sebuah buku. 43 SKS kulalui dengan Cumlaude. Bagaikan Supir Taksi akhir pekan Kisaran-Medan-Kisaran selama dua tahun masa perkuliahan, untuk menggeluti mata kuliah dan akhirnya dibayar secara memuaskan:
"Lembaran"
Bagiku itu adalah angka-angka dan bersifat administratif, bukan parameter untuk mengukur kualitas diri. Nyaris sama halnya dengan tanggal lahir. Demikian juga halnya dengan lembaran demi lembaran sertifikat dan atau piagam penghargaan yang kuterima karena aktifitas dalam lingkunganku dan masyarakat luas, antara lain:
Piagam Penghargaan Wartawan WASPADA Terbaik Sumatera Utara untuk tahun 2002, 2003, 2005,2006, dan 2008. Tradisi koran Waspada memperingati Hari Jadi tanggal 11 Januari, setiap tahun. 11 Januari 2014 karya jurnalistikku berjudul"Nasib Orang Hutan"menempati Juara Harapan I Lomba Karya Jurnalistik Feature dan Investigasi HUT Waspada ke 68. Piagam dan Hadiah kuterima dari Pemimpin Redaksi Waspada H.Prabud Said Prameswara di Novotel Hotel. Juga sertifikat seminar The Big Thinkers Melacak Pemikiran Mohammad Said dan Ani Idrus olehFakultas Ilmu Budaya USU/Waspada, di tempat yang sama.
Lulus Uji Kompetensi Wartawan Utama yang diselenggarakan PWI dan Dewan Pers di Medan 8 Oktober 2013. Sebelumnya, tanggal 16 Mei 2012 mendapat Piagam Safari Jurnalistik PWI Pusat/Astra Internasional, esoknya tanggal 16 Mei 2012 lulus Uji Kompetensi Wartawan Madya.
Sertifikat Jurnalistik YBBS Bogor 10 Juni 1989.
Lokakarya dan Pelatihan Peliputan Pemilu 2004, Lembaga Pers Dr.Sutomo Jakarta, Medan 4 Maret-1 Mei 2004.
Penghargaan Kesetiaan 15 Tahun, PWI Sumut, HPN Lubukpakam 28 April 2012.
Sertifikat Serasehan Daerah Tata Ulang Otonomi Daerah Dalam Memperkuat Demokrasi Politik dan Ekonomi, ICMI Sumut//Kelompok Anggota DPD MPR RI, Medan 27 April 2012.
Penghargaan Narasumber Pelatihan Jurnalistik Tingkat Mahasiswa Se Asahan, PWI Asahan, 29 Nopember 2011. Penguji pada Sosialisasi Uji Kompetensi Wartawan,PWI Asahan, 2014. Peserta Dialog Interaktif Kinerja Pemkab Asahan, PWI Asahan/Asahan Peduli Foundation 29 Agustus 2012.
Penghargaan di bidang olahraga, 09 September 2009 menerima Piagam Tokoh Penggerak Olahraga Sepakbola Sumut dari Gubsu Syamsul Arifin. 10 September 2012 menerima Piagam Pembina Olahraga Prestasi dari Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang. 9 Desember 2012 menerima Piagam Rembuk Olahraga Nasional di Hotel Novotel Balik Papan Kalimantan Timur dari Ketua Uum KONI Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman. Piagam Tokoh Pembina Olahraga Sumut dari Plt Gubsu HT Erry Nuradi, 2015.
Serifikat seminar nasional 100 Tahun Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, SwaMadani/Dekopin, 20 Mei 2008. Narasumber pelatihan Jurnalistik Menuju Pers Kampus Universitas Asahan, 27 Desember 2008. Sertifikat Pelatihan Model Pembelajaran Berbasis ICT, Dikti/PHP-PTS,Kisaran, 05 Oktober 2015.
Piagam Penghargaan Peranan Pers Dalam Pemberdayaan UKM,Forda UKM Sumut/Asia Foundation/Yayasan Bitra/USAID, 29 April 2001.
"Keluarga"
Apapun aktifitas kita di luar rumah, keluarga merupakan segala-galanya, jika kita ingin keluarga memberi dukungan penuh kepada kita dalam berjuang. Ini lah salah satu keyaqinan hidupku ketika memutuskan menikah dengan adik kelasku di SMAN 1, Siti Aminah boru Manurung, lahir di Kisaran 13 September 1968.
Menikah tanggal 27 Nopember 1992, anak pertama, putri, lahir tanggal 27 September 1993: Asridina Shahfira, putri kedua lahir tanggal 25 Oktober 1996, anak bungsu lelaki Muhammad Akbar Zikri lahir tanggal 28 Oktober 1998. Dua binti Nehe ini sekarang sedang berjuang belajar di perguruan tinggi, sedangkan bin Nehe satu satunya sedang berjuang menghadapi ujian akhir SLTA.
Terimakasih keluargaku, kalian hebat bagiku. Kado video yang kalian hadiahkan di Ultah ayah ke 51 tanggal 2 Januari lalu sungguh surprise. Bulir airmata merembes tetapi lebih dahsyat"gempa di dalam"melihat tayangan video kalian oleh bang Sapriadi. Persekongkolan kreatif dalam menyentuh hati terdalam.
Oh ya, rasanya belum lengkap perkenalan ini. Nanti kita lanjutkan, misalnya di Kabar Wak Karim.
Begitu cepat waktu berlalu, aku sedang bersiap-siap berangkat ke Novotel Soechi Hotel,Medan, untuk menghadiri resepsi Hari Jadi Waspada ke 69, 11 Januari 1947-11 Januari 2016, sekaligus aku akan menerima Cincin Emas Kesetiaan 25 Tahun dari Pimpinan Waspada.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru saja aku jadi Wartawan Waspada, ternyata sudah 25 tahun.
Terimakasih Waspada, telah membesarkan nyaliku menjalani kehidupan.
Dirgahayu WASPADA! Jaya-lah selalu Demi Kebenaran dan Keadilan.
Medan,11 Januari 2016.
Wassalam.
Nurkarim Nehe.
Ayah bernama Nanoi Nehe (meninggal dunia di Kisaran 1995).
Asal desa Bawomataluwo, Telukdalam, Pulau Nias.
Anak dari Rajoxoriri Nehe salah satu pewaris/pemangku Adat Bawomataluwo, sebuah komunitas di Nias Selatan yang terkenal dengan Rumah Adat Nias dan tradisi Hombo Watu (Lompat Batu).
Sejak 1958 bekerja sebagai petugas tehnis pertanian tanaman pangan dengan jabatan puncak Mantri Tani kecamatan Buntu Pane-Asahan (1962-1984), seterusnya Staff Badan Pelaksana Harian Bimas Kabupaten Asahan, pensiun tahun 1990. Pegawai Negeri Pusat ini berpendidikan Sekolah Usaha Tani (setara SMP) di Tapanuli (Pinang Sori atau Padang Bolak?).
Ibu bernama Zahara Siti, anak dari Kartani-Mila Koeli Kontrak asal Blitar,Jawa Timur. Zahara lahir di kawasan perkebunan karet Kuala Gunung, Limapuluh, kemudian tumbuh dibesarkan makciknya, Siti Maesa, dalam lingkungan Melayu Batubara, dusun Kayu Ara, desa Pahang. Meninggal dunia 2013 di Sidodadi-Kisaran.
Saat ini, salah seorang abangnya, Suwardi, dan bungsunya, Karno, masih hidup di desa Empat Negeri, Kuala Gunung, kecamatan Limapuluh, Batubara.
Nurkarim Nehe anak ketiga dari delapan bersaudara.
Abang, Khazali Nehe, lahir 1960, pegawai PTPN I Langsa.
Kakak, Rodiah Nehe, lahir 1962, ibu rumah tangga, Kisaran.
Satu satunya adik lelaki, Imanan Nehe alias Ucok Nehe, lahir 1967.
Kepala desa Gajah Sakti, kecamatan Aek Songsongan, Asahan, meninggaldunia di Medan,2012.
Amnah Nehe, lahir 1969
Nurhanim Nehe, lahir 1971
Mahyani Nehe, lahir 1973
Mahyuni Nehe, lahir 1975.
"Angka"
Aku masih bisa mengingat, sebelum masa usia sekolah, dibawa-bawa ayah dari sawah ke sawah cerengkerama dengan para petani di sela keseriusannya membimbing agar tanaman pangan mencukupi.
Kursi anyaman rotan disangkutkan di stang sepeda"janda"kesayangan ayah bagaikan Kursi Kerajaan bagiku. Persawahan, tali air (baca: irigasi), gubuk di pematang sawah dan perladangan, warung kopi dan panganan tersaji, rumah penduduk, balai desa, Gethek (rakit penyeberangan) di alur Sungai Silau terbentang antara Seisilau Timur-Jati Sari dan di pekan Pulau Mandi.
Kadang ayah menumpangkanku di rumah Wak Syarif Simatupang (Tinggi Raja), Pak Kancil (Terusan Tengah), Pak Sumadi Astono (Kebun Buntupane), Haji Salim (dusun Pengajian-Tinggi Raja), Pak Gapam Samosir (Urung Pane), Oppung Bistok Simanjuntak (Silau Maraja).
Begitu masuk usia tujuh tahun, atau tahun 1972, belajar formal kumulai di bangku SD Tamansiswa Kisaran, sekitar 400 meter dari rumah kami di Simpang Bunut arah Sidodadi/Gurach Batu. Delapan tahun kemudian, tepatnya tanggal 20 Mei 1980 aku berhak mendapatkan ijazah.
Ayah sangat bangga, di ijazahku yang ditandatangani Ki Soebardjo itu tertera angka 7,8 dan 9. Tidak ada angka 6 apalagi 5. Total nilai 72 dari 9 bidang Studi. Satu atau dua tahun sebelum tamat SD (disebut juga bagian Taman Muda Perguruan Taman Siswa) aku memperkuat Tim Sepakbola Taman Muda Kisaran di POPTAS (Pekan Olahraga Pelajar Tamansiswa) di Pematang Siantar. Tahun yang sama (lupa) aku terpiih memperkuat Tim Sepakbola SD Kabupaten Asahan di PORSENI Propinsi Sumatera Utara.
1 Juni 1983 tamat dari SMPN 2 Kisaran. Di ijazah yang diteken Adenan Sihombing itu terdapat penurunan dibanding ijazah SD. Angka di tabel ijazah 6,7 dan 8. Total angka 81 dari 11 Bidang Studi. Prestasi terekam di sekolah jalan Mahoni, kawasan Sibogat, tiap semester aku juara kelas (tidak pernah juara umum dari lima kelas: A,B,C, D, dan E), Juara Lomba Karya Tulis dalam Study Tour ke Bonan Dolok, Sibolga, tahun 1982, menjabat Ketua OSIS SMPN 2 saat duduk di kelas dua.
Kejadian"menyedihkan"tamat tidak tepat waktu di SD Tamansiswa, berulang di SMAN 1 Kisaran. Aku menghabiskan waktu empat tahun di sekolah samping barat Stadion Mutiara Kisaran ini. Tragisnya, di ijazah tertanggal 2 Juni 1987 ditandatangani Masri Tambunan itu turun drastis nilainya dibanding ijazah SMP apalagi ijazah SD. Tidak ada lagi angka 8 dan 9, hanya angka 7 dan 6 bahkan Matematika dan Bahasa Jerman masing masing"kena paku"angka 5. Total 77 dari 12 Bidang Study. Angka rata rata tidak sampai 6,5 yang saat itu tertutuplah kesempatan untuk menjadi Pegawai Negeri Sipil.
Sebelum kulanjutkan.., tanyalah apa saja yang kukerjakan selama di SMAN 1 Kisaran?
Menjelang ujian semester pertama, Kelas I-2, aku mengalami kecelakaan lalulintas di Jalan Lintas Sumatera, kawasan Pulo Bandring. Luka parah hingga membungkam cita-citaku bermain sepakbola sebab tulang jari kaki kanan patah, kura kura kaki kanan remuk. Kacaulah proses ujian semester pertamaku, memakai tongkat, hasilnya aku masuk Kelas I IPS2 SMAN 1 Kisaran.
Belajar dalam kondisi sakit tidak menunda kenaikan kelas walau dengan nilai pas-pasan. Di kelas II IPS2 aku terpilih jadi Ketua OSIS SMAN 1 Kisaran, akhirnya kemudian bagiku terbukti bahwa jabatan mendatangkan bencana karena tidak arif bijaksana. Memperjuangkan aspirasi siswa kupimpin unjukrasa kepada Kepala Sekolah untuk tidak menaikkan SPP. Aspirasi ditampung Kepala Sekolah. Aku diskorsing tiga bulan. Jabatan Ketua OSIS dicopot. Aku memang bisa naik ke kelas tiga namun di ujian akhir SMA itu aku gagal atau digagalkan, akhirnya kuterima dengan lapang dada, mengulang satu tahun. Satu pelajaran amat berharga dari kasusku ini: menyimpulkan tanpa mempelajari masalah adalah awal kehancuran. Bagaimana mungkin kenaikan SPP oleh Mentri Pendidikan dan Kebudayaan masa itu bisa diprotes seorang Ketua OSIS SMA.
"Kemarahan kulampiaskan"dengan bukti bisa diterima di Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, Medan, lewat Sipenmaru 1987. Hitungan ayah kondisi tidak memungkinkan, beliau akan memasuki MPP, adik adik juga butuh biaya sekolah. Rektor pertama UNA HM.Achyar Nasution memfasilitasiku masuk di Fakultas Ekonomi secara gratis. Ternyata tidak nyaman bagiku kuliah dengan gratis atau karena aku sibuk di halte bus antar kota dan antar propinsi di samping rumahku, mencari uang dengan jasa menaikkan penumpang bus. Tiga semester akupun drop out. Melangbuana ke Aceh Timur,"mocok-mocok"sebagai kernet truk, buruh bangunan, sempat bekerja di perkebunan PT.Tatar Anyar Bengkulu Utara.
Ketika aku merantau di Bengkulu Utara, awal tahun 1990, pendiri Waspada Bunda Hajjah Ani Idrus melayangkan surat panggilan untuk menjadi calon Koresponden Waspada di Asahan. Alamatku masih tercatat di Redaksi Waspada sebab saat SMA aku penulis puisi, cerpen (versi Waspada dahulu adalah Cersan: Cerita Santai), essay sastra dan kronik budaya. Tiap bulan aku menerima weselpos dari Waspada, sangat membantu uang jajanku. Aku pulang dari Bengkulu Utara selanjutnya mengikuti test wawancara di Redaksi Waspada Medan. Dan, lulus. Kutinggalkan pekerjaanku di perkebunan Air Muring, Bengkulu Utara itu.
Masih seputar angka, perjalanan karirku sebagai Wartawan Waspada banyak memberi pelajaran dan menuntutku agar lebih banyak belajar lagi. Tahun 2005 aku meendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Asahan tamat dari Jurusan Ekonomi Pembangunan tanggal 30 November 2010 dengan IP 3,1.
Aku tidak ingin berlengah lagi, teringat bagaimana ayah emak bersusah payah mendorongku untuk sekolah, disusul anak sulungku sudah bersiap siap akan memasuki perguruan tinggi, akhirnya kuputuskan kuliah di Sekolah Pasca Sarjana Studi Pembangunan Fisip USU selepas memegang transkrip nilai dari FE UNA. Aku tamat tepat waktu tanggal 31 Januari 2013 dan berhak atas gelar Magister Studi Pembangunan.
Tesisku berjudul"Kontribusi Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Perkebunan Bagi Masyarakat di Kabupaten Asahan"bahkan direkomendasi penguji untuk dijadikan sebuah buku. 43 SKS kulalui dengan Cumlaude. Bagaikan Supir Taksi akhir pekan Kisaran-Medan-Kisaran selama dua tahun masa perkuliahan, untuk menggeluti mata kuliah dan akhirnya dibayar secara memuaskan:
"Lembaran"
Bagiku itu adalah angka-angka dan bersifat administratif, bukan parameter untuk mengukur kualitas diri. Nyaris sama halnya dengan tanggal lahir. Demikian juga halnya dengan lembaran demi lembaran sertifikat dan atau piagam penghargaan yang kuterima karena aktifitas dalam lingkunganku dan masyarakat luas, antara lain:
Piagam Penghargaan Wartawan WASPADA Terbaik Sumatera Utara untuk tahun 2002, 2003, 2005,2006, dan 2008. Tradisi koran Waspada memperingati Hari Jadi tanggal 11 Januari, setiap tahun. 11 Januari 2014 karya jurnalistikku berjudul"Nasib Orang Hutan"menempati Juara Harapan I Lomba Karya Jurnalistik Feature dan Investigasi HUT Waspada ke 68. Piagam dan Hadiah kuterima dari Pemimpin Redaksi Waspada H.Prabud Said Prameswara di Novotel Hotel. Juga sertifikat seminar The Big Thinkers Melacak Pemikiran Mohammad Said dan Ani Idrus olehFakultas Ilmu Budaya USU/Waspada, di tempat yang sama.
Lulus Uji Kompetensi Wartawan Utama yang diselenggarakan PWI dan Dewan Pers di Medan 8 Oktober 2013. Sebelumnya, tanggal 16 Mei 2012 mendapat Piagam Safari Jurnalistik PWI Pusat/Astra Internasional, esoknya tanggal 16 Mei 2012 lulus Uji Kompetensi Wartawan Madya.
Sertifikat Jurnalistik YBBS Bogor 10 Juni 1989.
Lokakarya dan Pelatihan Peliputan Pemilu 2004, Lembaga Pers Dr.Sutomo Jakarta, Medan 4 Maret-1 Mei 2004.
Penghargaan Kesetiaan 15 Tahun, PWI Sumut, HPN Lubukpakam 28 April 2012.
Sertifikat Serasehan Daerah Tata Ulang Otonomi Daerah Dalam Memperkuat Demokrasi Politik dan Ekonomi, ICMI Sumut//Kelompok Anggota DPD MPR RI, Medan 27 April 2012.
Penghargaan Narasumber Pelatihan Jurnalistik Tingkat Mahasiswa Se Asahan, PWI Asahan, 29 Nopember 2011. Penguji pada Sosialisasi Uji Kompetensi Wartawan,PWI Asahan, 2014. Peserta Dialog Interaktif Kinerja Pemkab Asahan, PWI Asahan/Asahan Peduli Foundation 29 Agustus 2012.
Penghargaan di bidang olahraga, 09 September 2009 menerima Piagam Tokoh Penggerak Olahraga Sepakbola Sumut dari Gubsu Syamsul Arifin. 10 September 2012 menerima Piagam Pembina Olahraga Prestasi dari Bupati Asahan Taufan Gama Simatupang. 9 Desember 2012 menerima Piagam Rembuk Olahraga Nasional di Hotel Novotel Balik Papan Kalimantan Timur dari Ketua Uum KONI Mayjen TNI (Purn) Tono Suratman. Piagam Tokoh Pembina Olahraga Sumut dari Plt Gubsu HT Erry Nuradi, 2015.
Serifikat seminar nasional 100 Tahun Kebangkitan Ekonomi Kerakyatan, SwaMadani/Dekopin, 20 Mei 2008. Narasumber pelatihan Jurnalistik Menuju Pers Kampus Universitas Asahan, 27 Desember 2008. Sertifikat Pelatihan Model Pembelajaran Berbasis ICT, Dikti/PHP-PTS,Kisaran, 05 Oktober 2015.
Piagam Penghargaan Peranan Pers Dalam Pemberdayaan UKM,Forda UKM Sumut/Asia Foundation/Yayasan Bitra/USAID, 29 April 2001.
"Keluarga"
Apapun aktifitas kita di luar rumah, keluarga merupakan segala-galanya, jika kita ingin keluarga memberi dukungan penuh kepada kita dalam berjuang. Ini lah salah satu keyaqinan hidupku ketika memutuskan menikah dengan adik kelasku di SMAN 1, Siti Aminah boru Manurung, lahir di Kisaran 13 September 1968.
Menikah tanggal 27 Nopember 1992, anak pertama, putri, lahir tanggal 27 September 1993: Asridina Shahfira, putri kedua lahir tanggal 25 Oktober 1996, anak bungsu lelaki Muhammad Akbar Zikri lahir tanggal 28 Oktober 1998. Dua binti Nehe ini sekarang sedang berjuang belajar di perguruan tinggi, sedangkan bin Nehe satu satunya sedang berjuang menghadapi ujian akhir SLTA.
Terimakasih keluargaku, kalian hebat bagiku. Kado video yang kalian hadiahkan di Ultah ayah ke 51 tanggal 2 Januari lalu sungguh surprise. Bulir airmata merembes tetapi lebih dahsyat"gempa di dalam"melihat tayangan video kalian oleh bang Sapriadi. Persekongkolan kreatif dalam menyentuh hati terdalam.
Oh ya, rasanya belum lengkap perkenalan ini. Nanti kita lanjutkan, misalnya di Kabar Wak Karim.
Begitu cepat waktu berlalu, aku sedang bersiap-siap berangkat ke Novotel Soechi Hotel,Medan, untuk menghadiri resepsi Hari Jadi Waspada ke 69, 11 Januari 1947-11 Januari 2016, sekaligus aku akan menerima Cincin Emas Kesetiaan 25 Tahun dari Pimpinan Waspada.
Tak terasa waktu begitu cepat berlalu, rasanya baru saja aku jadi Wartawan Waspada, ternyata sudah 25 tahun.
Terimakasih Waspada, telah membesarkan nyaliku menjalani kehidupan.
Dirgahayu WASPADA! Jaya-lah selalu Demi Kebenaran dan Keadilan.
Medan,11 Januari 2016.
Wassalam.
Nurkarim Nehe.