UntukMu Segalanya...
Dalam seluruh kehidupan kita, Allahu SWT memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya. Titik! Tak ada tugas lain.
Dan Allah nggak tugaskan macam-macam.
Artinya kalau kita mau memasak, mau berniaga, mau mengajar, mau mendidik anak, mau melakukan kegiatan di rumah tangga, apapun itu, Allah tidak akan menganggapnya kecuali di dalamnya ada nilai ibadah.
Semua itu harus bernilai ibadah. Sebab kalau tidak bernilai ibadah tidak menjadi sesuatu yang berharga di sisi Allah.
Mau jadi insinyur harus bermuatan ibadah.
Mau menjadi dokter harus bermuatan ibadah.
Mau menjadi ibu rumah tangga harus bernilai ibadah.
Jika tidak ada nilai ibadah, maka tidak ada apa-apanya dalam pandangan Allah.
Ibadah terdiri dari 2 yaitu iman dan amal. Jadi sesuatu itu bernilai ibadah kalau di dalamnya dilandasi dengan iman dan kemudian dilaksanakan amalnya sesuai dengan syariat Islam. Baru bernilai ibadah.
Iman akan melahirkan ikhlas. Apakah semua perbuatan/amal itu dinilai amal sholeh oleh Allah? Tidak.
Yang disebut amal sholeh, yaitu perbuatan yang sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Jadi kalau perbuatan kita tidak sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas, maka tidak disebut dengan amal sholeh (amalan sholihat).
Amal sholeh itu kunci untuk masuk surga, kunci untuk bertemu dengan Allah. Amal sholeh itu, perbuatan yang dilandasi dengan iman.
Ibadah itu, harus ikhlas di dalam melaksanakan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
* Bersih dari kecendrungan terhadap selain Allah.
* Bersih dari tujuan terhadap selain Allah.
Inilah yang diminta oleh Allah. Muhlisina lahuddin. Yang diminta oleh Allahu dalam setiap ibadah kita, yaitu “Beribadahlah kalian mukhlisina lahuddin. Dalam keadaan kalian ikhlas.”
Ibadah itu berapa jam dalam sehari semalam? Ibadah sehari semalam adalah 24 jam. Setiap tarikan dan hembusan nafas adalah ibadah.
Dalilnya (QS 51 : 56), kita sudah hafal. Tapi apakah kita sudah melaksanakannya?
Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku.
‘Diciptakan’ berarti terkait dengan tarikan dan hembusan nafas kita, terkait dengan hidup. Diciptakan dan hidup. Kita bukan boneka. Bukan patung. Diciptakan Allah, dan kita hidup.
Maka di seluruh nafas kalian, di seluruh hidup kalian diperuntukkan untuk beribadah kepada Allah. Banyak orang yang tak mampu melaksanakannya.
Syaratnya ikhlas : “Hanya untuk Aku (Allahu) saja. Bukan untuk yang lain.”
Maka di sini dikatakan,”Beribadahlah kalian kepada-Ku secara ikhlas dalam setiap tarikan dan hembusan nafas kalian. Hendaknya kalian menujukan segala sesuatunya hanya untuk mencari keridhoan-Ku.” Begitu maksudnya.
Ikhlas itu diminta oleh Allah dalam sehari semalam selama 24 jam. Seluruh waktu kita diminta oleh Allah.
Susah atau gampang?
Susah? Kenapa susah untuk ikhlas?
Dalam QS 51 : 56, bahwa seluruh hidup kita harus diisi dengan ibadah. Yang terdiri dari iman atau keikhlasan dan amal sholeh.
Kita ambil contoh ketika bangun tidur. Kita bangun tidur ikhlas atau nggak? Ada yang nggak ikhlas karena masih ngantuk. Sekarang kita harus paham apa itu ikhlas.
Misalkan kita nih minta dibuatin kopi jam 12 malam oleh anak kita. “Nak, tolong buatin mamah kopi. Mamah ada deadline nih untuk setor tulisan ke media, belum selesai.” Terus anak kita yang masih ngantuk agak ngedumel sedikit. Terus kita tegur,”Kamu itu ikhlas nggak nolongin mamah?”
Itu bukan ikhlas. Harusnya, rela nggak?
Karena ikhlas itu bukan ditujukan untuk manusia, bukan ditujukan untuk orang tua, bukan ditujukan untuk guru, bukan untuk siapa-siapa. Ikhlas itu hanya untuk Allah.
Definisi ikhlas adalah bersih dari tujuan untuk selain Allahu SWT. Jangan GAGAL PAHAM tentang IKHLAS. Kita harus bisa menempatkan kata ikhlas. Jangan sampai (misalnya), kita ngasi terus pada teman. Terus kita bilang,”Gua ikhlas kog.”
Bukan ihlas kalau sama orang. Karena ikhlas itu hanya ditujukan sama Allah semata.
Dari mulai bangun tidur kita harus menujukan segala sesuatu untuk mencari keridhoan Allahu SWT. Bangun tidur hanya untuk beribadah kepada Allahu. Itu namanya bangun tidurnya ikhlas.
Doa bangun tidur apa?
Alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nushur.
Kita mengucapkan itu kan waktu bangun tidur? Anak kita yang masih kecil,bahkan kalau kita punya beo pun bisa kita ajarkan mengucapkan itu di waktu bangun tidur. Apa bedanya antara kita, anak kita yang masih kecil, dan beo kalau kita mengucapkannya hanya melalui lisan saja?
Sedangkan yang Allah minta, mukhlisina lahuddin. Apapun yang kita ucapkan, ucapan itu harus ditujukan untuk mencari keridoan Allah.
*Tegakkan, ucapkan alhamdulillahiladzi ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nushur tersebut di atas keimanan kepada Allah.
*Tegakkan kalimat tersebut di atas ketauhidan kepada Allah.
Bukankah Allahu minta kita melakukan segala sesuatu di atas keimanan, ketauhidan kepada Allah?
Ketika kita mengucapkan doa itu, coba kita kaitkan itu terhadap asma dan sifat Allah.
*Tegakkan kalimat itu diatas keimanan kita terhadap Al Muhyi ( Allahu yang Maha Hidup). Kita mau dihidupkan sama Allah tapi tak mau kenal sama Allah yang Maha Menghidupkan.
Kita bangun tidur mengucapkan,”Ya Allah segala puji bagi-Mu yang sudah menghidupkan aku dari kematian tadi.”
Tidur itu adalah matinya orang hidup. Begitu bangun,"Alhamdulillah aku masih hidup." Maka puji kita untuk Allahu yang Maha Menghidupkan (Al Muhyi). Puji kita untuk Allah yang Maha Mematikan (Al Mumit).
*Tegakkan kalimat tersebut di atas keimanan kita terhadap Al Mumit (Allahu yang Maha Mematikan).
Kita harus berbeda isinya dengan orang-orang yang tak mempelajari ilmu tauhid. Bukan omongannya. Berbeda sebab Allah mencondongkan hati kita tehadap ketauhidan.
Wa ilaihin nushur. Diingatkan oleh Allah ketika bangun tidur itu, bahwa kita hanya akan kembali pada Allah.
?"Ya Allah yang menghidupkan aku terimakasih ya Muhyi, setelah aku mati tadi dalam tidur dan aku akan menjalani hidup di sepanjang hari ini. Dan aku, dalam hidup ini akan selalu ingat bahwa aku pasti akan kembali kepada-Mu. Engkau akan membangkitkan aku untuk dimintai pertanggungjawaban. Bagaimana aku dalam menjalani hidup.”
Dicatat oleh para malaikat. Ditidurkan lagi oleh Allah, dan kembali dibangunkan lagi.
"Dalam hidup ini jadikan hamba orang yang ikhlas. Hamba akan serahkan kehidupan ini hanya pada Engkau untuk mencari keridhoan Engkau karena yang menghidupkan hamba adalah Engkau. Yang mematikan hamba adalah Engkau. Jadi seluruh hidup hanya untuk Engkau.”
Tak masuk akal jika kita dihidupkan oleh Allah, diwafatkan oleh Allah, nanti akan kembali ke Allahu tapi kita hidup bukan untuk Allah.
Kita diingatkan terus ketika bangun tidur. Tapi selama ini kita baca do’a bangun tidur ya begitu saja. Sama dengan anak kecil, sama dengan beo kita. Tak dipahami oleh kita, tak pernah dipikirkan oleh kita. Cuma baca doank.
Sekarang kita sudah belajar, sudah harus berubah, sehingga Allahu jatuhkan cinta-Nya. Dan dimuliakan Allah karena kita memuliakan ketauhidan, memuliakan Al Muhyi yang menghidupkan kita, memuliakan Al Mumit yang mematikan kita.
Ingat pesan dari Allah. QS 51 : 56. Kita diperintahkan untuk mentauhidkan Allah dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Yang menghidupkan ketika kita bangun tidur, Allah. Yang mematikan kita Allah dan kelak kita kembali ke Allah. semua kehidupan kita harus hanya untuk Allah.
Bisa jadi selama ini tanpa disadari kita beribadah untuk selain Allah. Kalau saja tidak diingatkan oleh Allah dalam wa ilaihin nushur, niscaya banyak orang yang lengah dari negeri akhirat. Banyak orang yang lupa pada hari penghisaban.
Ingat kehidupanmu hanya untuk Allah, kecuali engkau tidak dibangkitkan lagi, silahkan hidup sesuka hati. Ikuti saja hawa nafsumu, ikuti saja langkah setan, itu kalau kamu tidak kembali lagi pada Allah.
Tapi Allah sudah ingatkan kita untuk kembali ke Allah. Maliki yaumiddin. Al Malik akan menanyakan kita nanti tentang agama kita apakah seluruh kehidupan kita ini sudah sesuai Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas atau belum?
Betapa bergetarnya hati orang-orang mukmin ketika mengingat hari penghisaban. Ketika mengingat kejadian-kejadian di padang mahsyar nanti, karena di dunia ini masih banyak yang belum sesuai dengan keinginan Allah. Banyaklah istighfarnya, banyaklah tobatnya, banyak mencari ilmu memperbaiki diri, kalau ingin menjadi seorang yang benar dalam menjalankan ibadahnya.
Dengan demikian dari bangun tidur kita harus ikhlas, karena ikhlas itu menujukan segala sesuatu hanya untuk mencari keridhoan Allah.
Yang pertama ilmu kemudian amal.
Setelah bangun tidur kita ngapain? Mandi, gosok gigi. Ikhlas?
Ikhlas itu menujukan segala sesuatu untuk mencari keridhoan Allah. Maka mandi dan gosok giginya seorang mukmin berbeda dengan mandi dan gosok giginya seorang kafir. Mereka gosok gigi, mandi bukan untuk mencari keridhoan Allah tapi sekedar untuk membersihkan badannya dan giginya.
Kita tidak demikian. Ini yang membedakannya. Mukmin beramal di atas landasan iman kepada Allah, mereka beramal tidak didasarkan landasan iman. Kenapa selama ini kita mirip dengan mereka?
Kita mandi, kita gosok gigi, tak ada tujuan untuk mencari keridhoan Allah. Ketika ditanya, apakah mandi itu ibadah? Iya ibadah. Apakah gosok gigi itu ibadah? Iya ibadah. Padahal yang menjadi bernilai ibadah itu terdiri dari 2 hal, yaitu kalau landasannya iman dan sesuai dengan syariatnya.
Kalau mandi kita didasari keimanan, ditujukan untuk mencari keridhoan Allah, dan pelaksanaanya sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah maka ketika kita keluar dari kamar mandi bukan saja bersih tapi kita membawa pahala ibadah.
Untuk itu kita perlu pelajari fiqihnya. Cara mandi yang benar bagaimana hukum-hukumnya. Ikuti kajian fiqih.
Ketika kita mandi, ketika kita gosok gigi, ikhlaslah kepada Allah. “Ya Allah, aku lakukan ini semua karena ingin Engkau ridho padaku, badan ini kepunyaan Engkau. Gigi ini kepunyaan Engkau.”
Ketika kita melakukan semua itu karena Allah, turunlah cinta Allah pada kita. Bagaimana kalau kita melakukannya bukan karena Allah, tidak dengan iman dan tidak sesuai syariatnya, maka itu tidak bernilai ibadah.
Kan kita sudah tau kalau kita disuruh ibadah. 24 jam lho...Jadi mandi itu juga harus bernilai ibadah. Harus dilandasi dengan iman dan amal sholeh. Ikhlas dan sesuai dengan Al Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Selesai mandi, masuk dapur. Masak ikhlas atau tidak? Bagaimana caranya masak dengan ikhlas? Bagaimana supaya bernilai ibadah?
Syaratnya ikhlas dan amal sholeh. Dan cara memasaknya sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Kemudian tujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Begitu masuk dapur,”Ya Allah aku niatkan masak karena Engkau. Kusiapkan makanan untuk keluargaku dan untuk aku sendiri, karena mereka dan aku adalah titipan Engkau. Karena Engkau menitipkan mereka padaku sehingga aku merawat mereka.”
Tak ada segala sesuatu amalmu itu kecuali kau tujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Bagaimana fiqihnya masak agar benar di dalam amal sholehnya? Kita harus belajar cara masak secara islam. Pelajari fiqihnya.
Setelah waktnya makan, sajikan makanan itu di meja makan. Makan bersama keluarga. Ikhlas makannya?
Coba cek lagi diri kita. Oh selama ini saya bangun tak bernilai ibadah, oh selama ini saya keluar kamar mandi tak bernilai ibadah, selama ini saya keluar dari dapur tak bernilai ibadah. Mikir!!
Ingat ada pahala jika bernilai ibadah. Sedangkan tugas kita hidup di dunia ini untuk mengumpulkan pahala dengan ibadah kita. Pahala itu akan menjadi bekal kita nanti di akhirat.
Pahala besar, kita masuk surga. Paling besar masuk surga tertinggi.
Walaupun masuk surga itu bukan karena amal-amalnya yakni karena keridhoan Allah, tapi dengan pahala itu Allah mempunyai alasan kenapa kita layak masuk surga.
Nah, ikhlaskah kita saat makan?
“Ya Allah saya makan karena untuk mencari keridhoan Engkau. Karena tubuh ini titipan Engkau. Maka tubuhku ini ku rawat dengan makanan bergizi.”
Makanan pun harus kita pilih-pilih. Kenapa? Supaya sesuai dengan tubuh kita. Kalau dulu senang jeroan (misalnya), sekarang mah kalau usia sudah senja, kita harus hindari kolesterol, hindari tensi tinggi, kita lakukan itu karena Allah, karena sudah belajar ilmu tauhid.
“Saya memilih makanan ini karena diperintahkan Allah untuk menjaga tubuh ini. Ya Allah saya makan karena ingin menjaga titipanmu. Kalau saja ini bukan punya-Mu bisa saja saya mogok makan (misalnya).”
Kenapa? Karena lagi ngambek. Sebel. Ada orang lagi ngambek tak mau makan. Itu menzholimi amanah dari Allah. Sampai seminggu marahan dengan suami, mogok makan.
Ikhlas saja belum disebut ibadah karena harus ada amal sholeh. Makannya sesuai dengan aturan agama Allahu. Maka Allah mengatakan janganlah kalian makan seperti makannya binatang.
Bagaimana cara makan binatang? Apa saja dia lahap. Yang harampun dia mau.
Nah kita makan pakai nafsu Lawwamah, nafsu Ammarah bissu atau nafsu Muthmainnah?
Coba cek, kita makan itu nafsunya bagaimana?
Contoh nafsu Lawwamah, yaitu nafsu/jiwa yang senantiasa menyesali diri.
Makan rujak, pedes, asem uhh nikmatnya luar biasa. Selesai makan sakit perut. Karena ada iman di hatinya, dia langsung menyesal,”Ya Allahu ampuni hamba karena hamba sudah menzholimi diri hamba sendiri. Jika sekiranya Engkau tidak mengampuni hamba maka hamba bisa menjadi orang yang merugi. Marah Kau pada hamba karena tidak menjaga perut yang Kau titipkan pada hamba.”
Dia menyesal, dia menangis minta ampun pada Allah. Giliran besok-besok ada begitu lagi, ada rujak dia hantam lagi. Nafsu lawwamah, jiwa yang selalu menyesali diri. Tobat-ulangi lagi-tobat-ulangi lagi.
Yang kedua orang yang makan pake nafsu Ammarah bissu. Nafsu kebinatangan, nafsu yang paling jahat. Nafsu yang paling hina. Nafsu yang selalu mengajak pada kejahatan dunia. Dia tak peduli halal dan haram. Diperoleh darimana pun dia tak perduli. Dia makan seperti makannya binatang. Sekenyangnya. “Pokoknya saya makan sampai kenyang sekali tidak peduli ini rumah makan halal atau bukan.” Itu makannya orang yang pakai nafsu ammarah bissu.
Yang ketiga, orang beriman yang makannya pakai nafsu Muthmainnah. Cara makannya sesuai dengan yang disampaikan Rosululloh saw. Dia berdoa. Dia makan bila lapar, dia berhenti sebelum kenyang, makanannya cuma mengisi 1/3 perutnya saja. Masih pingin lagi...direm.
Kemudian dalam makannya penuh dengan zikir dan syukur kepada Allah. Sebelum makan diapun berdo’a.
Selektif sekali terhadap apa yang mau dimakan. Hati-hati sekali terhadap makanan tersebut. Makannya dengan iman. Sudah disertai dengan nafsu yang dirahmati Allah yang disebut dengan nafsu muthmainnah.
Do'a sebelum makan apa?
Sudah ditujukan untuk mencari keridhoan Allah? Atau cuma ngomong doank?
Ketika kita mengucapkan Allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar, itu biasanya kita ngomong doank. Sekarang, masa’ kualitas kita sama dengan beo?
*Tegakkan kalimat tersebut diatas landasan ketauhidan. “Ya Allah berkati makanan ini sebab Kau Maha Memberi."
Allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar. Kita berlindung kepada Allah sebagai Al Waali sebagai Al Mu’min sebagai Al Muhaimin...jadi ketika kita mengucapkan allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar tidak seperti beo yang bisa mngucapkan itu. Tapi kita sudah meletakkannya di atas keimanan, kita, sudah meletakkannya di atas ketauhidan. Berbeda kita dengan sebelumnya.
QS Al Kahfi : 110
Katakanlah : Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku,”Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
Rosul mengatakan aku ini sama seperti kalian. Wahai orang kafir, wahai orang munafiq wahai orang musyrik, sama sebagai manusia. Makan, minum, ke pasar, menikah dan sebagainya. Tetapi Rosul itu (kata Allah) berbeda isinya dengan yang lain.
Sudah diturunkan wahyu jelas isinya berbeda, sudah diturunkan ketauhidan terhadap jiwanya sehingga isinya berbeda.
Dan kita ingin membedakan isi kita dengan orang-orang yang tidak mengerti. Maka Allah bertanya, samakah orang yang mengerti dengan yang tidak? Samakah orang yang mentauhidkan Allah dengan yang tidak? Tentu saja berbeda.
Doa setelah makan? Alhamdu illahil ladzi ath’amanaa wa saqoonaawa ja’alnaa muslimin.
“Ya Allahu jadikan makan dan minumku ini, sebagai penguat. Segala puji bagi engkau yang telah memberikan makan dan minum dan jadikan makan dan minum ini sebagai penguat untuk melaksanakan ketaatan kepada-Mu.”
Ketika kita mau makan dan sesudah makan yang disertai dengan ketauhidan dan keimanan, maka setelah kita makan itu jadi besar rasa malu kita pada Allah. Bukan malah ngantuk.
Kadang mampu untuk makanan yang enak-enak, ada kalanya kita makan yang sangat sederhana, apa makanan kita menjadi ukuran ketaatan kita?
Apapun makanannya harusnya tetap kita ucapkan,“Ya Allah jadikan makanan ini menjadi penguat aku.”
Jangan sampai ketika kita makan dengan sambal dan kerupuk saja ketaatannya kecil. Kenapa? “Ya dopingnya juga kecil.”
Bukan begitu. Timbulkan rasa malu pada Allah.
Itu tadi uraian ibadah dari bangun tidur sampai makan. Untuk aktifitas berikutnya sampai tidur lagi, kita harus temukan bagaimana supaya bernilai ibadah. Bagaimana supaya kita ikhlas di dalamnya, bagaimana supaya ada amal sholeh di dalamnya, supaya setiap segi kehidupan ini bernilai ibadah.
Wallahu'alam bishawab
Catatan Diana BS
Reff: Kajian Tauhid
Maret 2019
Dalam seluruh kehidupan kita, Allahu SWT memerintahkan kita untuk beribadah kepada-Nya. Titik! Tak ada tugas lain.
Dan Allah nggak tugaskan macam-macam.
Artinya kalau kita mau memasak, mau berniaga, mau mengajar, mau mendidik anak, mau melakukan kegiatan di rumah tangga, apapun itu, Allah tidak akan menganggapnya kecuali di dalamnya ada nilai ibadah.
Semua itu harus bernilai ibadah. Sebab kalau tidak bernilai ibadah tidak menjadi sesuatu yang berharga di sisi Allah.
Mau jadi insinyur harus bermuatan ibadah.
Mau menjadi dokter harus bermuatan ibadah.
Mau menjadi ibu rumah tangga harus bernilai ibadah.
Jika tidak ada nilai ibadah, maka tidak ada apa-apanya dalam pandangan Allah.
Ibadah terdiri dari 2 yaitu iman dan amal. Jadi sesuatu itu bernilai ibadah kalau di dalamnya dilandasi dengan iman dan kemudian dilaksanakan amalnya sesuai dengan syariat Islam. Baru bernilai ibadah.
Iman akan melahirkan ikhlas. Apakah semua perbuatan/amal itu dinilai amal sholeh oleh Allah? Tidak.
Yang disebut amal sholeh, yaitu perbuatan yang sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Jadi kalau perbuatan kita tidak sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas, maka tidak disebut dengan amal sholeh (amalan sholihat).
Amal sholeh itu kunci untuk masuk surga, kunci untuk bertemu dengan Allah. Amal sholeh itu, perbuatan yang dilandasi dengan iman.
Ibadah itu, harus ikhlas di dalam melaksanakan Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Apa yang dimaksud dengan ikhlas?
* Bersih dari kecendrungan terhadap selain Allah.
* Bersih dari tujuan terhadap selain Allah.
Inilah yang diminta oleh Allah. Muhlisina lahuddin. Yang diminta oleh Allahu dalam setiap ibadah kita, yaitu “Beribadahlah kalian mukhlisina lahuddin. Dalam keadaan kalian ikhlas.”
Ibadah itu berapa jam dalam sehari semalam? Ibadah sehari semalam adalah 24 jam. Setiap tarikan dan hembusan nafas adalah ibadah.
Dalilnya (QS 51 : 56), kita sudah hafal. Tapi apakah kita sudah melaksanakannya?
Tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada Ku.
‘Diciptakan’ berarti terkait dengan tarikan dan hembusan nafas kita, terkait dengan hidup. Diciptakan dan hidup. Kita bukan boneka. Bukan patung. Diciptakan Allah, dan kita hidup.
Maka di seluruh nafas kalian, di seluruh hidup kalian diperuntukkan untuk beribadah kepada Allah. Banyak orang yang tak mampu melaksanakannya.
Syaratnya ikhlas : “Hanya untuk Aku (Allahu) saja. Bukan untuk yang lain.”
Maka di sini dikatakan,”Beribadahlah kalian kepada-Ku secara ikhlas dalam setiap tarikan dan hembusan nafas kalian. Hendaknya kalian menujukan segala sesuatunya hanya untuk mencari keridhoan-Ku.” Begitu maksudnya.
Ikhlas itu diminta oleh Allah dalam sehari semalam selama 24 jam. Seluruh waktu kita diminta oleh Allah.
Susah atau gampang?
Susah? Kenapa susah untuk ikhlas?
Dalam QS 51 : 56, bahwa seluruh hidup kita harus diisi dengan ibadah. Yang terdiri dari iman atau keikhlasan dan amal sholeh.
Kita ambil contoh ketika bangun tidur. Kita bangun tidur ikhlas atau nggak? Ada yang nggak ikhlas karena masih ngantuk. Sekarang kita harus paham apa itu ikhlas.
Misalkan kita nih minta dibuatin kopi jam 12 malam oleh anak kita. “Nak, tolong buatin mamah kopi. Mamah ada deadline nih untuk setor tulisan ke media, belum selesai.” Terus anak kita yang masih ngantuk agak ngedumel sedikit. Terus kita tegur,”Kamu itu ikhlas nggak nolongin mamah?”
Itu bukan ikhlas. Harusnya, rela nggak?
Karena ikhlas itu bukan ditujukan untuk manusia, bukan ditujukan untuk orang tua, bukan ditujukan untuk guru, bukan untuk siapa-siapa. Ikhlas itu hanya untuk Allah.
Definisi ikhlas adalah bersih dari tujuan untuk selain Allahu SWT. Jangan GAGAL PAHAM tentang IKHLAS. Kita harus bisa menempatkan kata ikhlas. Jangan sampai (misalnya), kita ngasi terus pada teman. Terus kita bilang,”Gua ikhlas kog.”
Bukan ihlas kalau sama orang. Karena ikhlas itu hanya ditujukan sama Allah semata.
Dari mulai bangun tidur kita harus menujukan segala sesuatu untuk mencari keridhoan Allahu SWT. Bangun tidur hanya untuk beribadah kepada Allahu. Itu namanya bangun tidurnya ikhlas.
Doa bangun tidur apa?
Alhamdulillahilladzi ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nushur.
Kita mengucapkan itu kan waktu bangun tidur? Anak kita yang masih kecil,bahkan kalau kita punya beo pun bisa kita ajarkan mengucapkan itu di waktu bangun tidur. Apa bedanya antara kita, anak kita yang masih kecil, dan beo kalau kita mengucapkannya hanya melalui lisan saja?
Sedangkan yang Allah minta, mukhlisina lahuddin. Apapun yang kita ucapkan, ucapan itu harus ditujukan untuk mencari keridoan Allah.
*Tegakkan, ucapkan alhamdulillahiladzi ahyaanaa ba’damaa amaatanaa wa ilaihin nushur tersebut di atas keimanan kepada Allah.
*Tegakkan kalimat tersebut di atas ketauhidan kepada Allah.
Bukankah Allahu minta kita melakukan segala sesuatu di atas keimanan, ketauhidan kepada Allah?
Ketika kita mengucapkan doa itu, coba kita kaitkan itu terhadap asma dan sifat Allah.
*Tegakkan kalimat itu diatas keimanan kita terhadap Al Muhyi ( Allahu yang Maha Hidup). Kita mau dihidupkan sama Allah tapi tak mau kenal sama Allah yang Maha Menghidupkan.
Kita bangun tidur mengucapkan,”Ya Allah segala puji bagi-Mu yang sudah menghidupkan aku dari kematian tadi.”
Tidur itu adalah matinya orang hidup. Begitu bangun,"Alhamdulillah aku masih hidup." Maka puji kita untuk Allahu yang Maha Menghidupkan (Al Muhyi). Puji kita untuk Allah yang Maha Mematikan (Al Mumit).
*Tegakkan kalimat tersebut di atas keimanan kita terhadap Al Mumit (Allahu yang Maha Mematikan).
Kita harus berbeda isinya dengan orang-orang yang tak mempelajari ilmu tauhid. Bukan omongannya. Berbeda sebab Allah mencondongkan hati kita tehadap ketauhidan.
Wa ilaihin nushur. Diingatkan oleh Allah ketika bangun tidur itu, bahwa kita hanya akan kembali pada Allah.
?"Ya Allah yang menghidupkan aku terimakasih ya Muhyi, setelah aku mati tadi dalam tidur dan aku akan menjalani hidup di sepanjang hari ini. Dan aku, dalam hidup ini akan selalu ingat bahwa aku pasti akan kembali kepada-Mu. Engkau akan membangkitkan aku untuk dimintai pertanggungjawaban. Bagaimana aku dalam menjalani hidup.”
Dicatat oleh para malaikat. Ditidurkan lagi oleh Allah, dan kembali dibangunkan lagi.
"Dalam hidup ini jadikan hamba orang yang ikhlas. Hamba akan serahkan kehidupan ini hanya pada Engkau untuk mencari keridhoan Engkau karena yang menghidupkan hamba adalah Engkau. Yang mematikan hamba adalah Engkau. Jadi seluruh hidup hanya untuk Engkau.”
Tak masuk akal jika kita dihidupkan oleh Allah, diwafatkan oleh Allah, nanti akan kembali ke Allahu tapi kita hidup bukan untuk Allah.
Kita diingatkan terus ketika bangun tidur. Tapi selama ini kita baca do’a bangun tidur ya begitu saja. Sama dengan anak kecil, sama dengan beo kita. Tak dipahami oleh kita, tak pernah dipikirkan oleh kita. Cuma baca doank.
Sekarang kita sudah belajar, sudah harus berubah, sehingga Allahu jatuhkan cinta-Nya. Dan dimuliakan Allah karena kita memuliakan ketauhidan, memuliakan Al Muhyi yang menghidupkan kita, memuliakan Al Mumit yang mematikan kita.
Ingat pesan dari Allah. QS 51 : 56. Kita diperintahkan untuk mentauhidkan Allah dari bangun tidur hingga tidur lagi.
Yang menghidupkan ketika kita bangun tidur, Allah. Yang mematikan kita Allah dan kelak kita kembali ke Allah. semua kehidupan kita harus hanya untuk Allah.
Bisa jadi selama ini tanpa disadari kita beribadah untuk selain Allah. Kalau saja tidak diingatkan oleh Allah dalam wa ilaihin nushur, niscaya banyak orang yang lengah dari negeri akhirat. Banyak orang yang lupa pada hari penghisaban.
Ingat kehidupanmu hanya untuk Allah, kecuali engkau tidak dibangkitkan lagi, silahkan hidup sesuka hati. Ikuti saja hawa nafsumu, ikuti saja langkah setan, itu kalau kamu tidak kembali lagi pada Allah.
Tapi Allah sudah ingatkan kita untuk kembali ke Allah. Maliki yaumiddin. Al Malik akan menanyakan kita nanti tentang agama kita apakah seluruh kehidupan kita ini sudah sesuai Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas atau belum?
Betapa bergetarnya hati orang-orang mukmin ketika mengingat hari penghisaban. Ketika mengingat kejadian-kejadian di padang mahsyar nanti, karena di dunia ini masih banyak yang belum sesuai dengan keinginan Allah. Banyaklah istighfarnya, banyaklah tobatnya, banyak mencari ilmu memperbaiki diri, kalau ingin menjadi seorang yang benar dalam menjalankan ibadahnya.
Dengan demikian dari bangun tidur kita harus ikhlas, karena ikhlas itu menujukan segala sesuatu hanya untuk mencari keridhoan Allah.
Yang pertama ilmu kemudian amal.
Setelah bangun tidur kita ngapain? Mandi, gosok gigi. Ikhlas?
Ikhlas itu menujukan segala sesuatu untuk mencari keridhoan Allah. Maka mandi dan gosok giginya seorang mukmin berbeda dengan mandi dan gosok giginya seorang kafir. Mereka gosok gigi, mandi bukan untuk mencari keridhoan Allah tapi sekedar untuk membersihkan badannya dan giginya.
Kita tidak demikian. Ini yang membedakannya. Mukmin beramal di atas landasan iman kepada Allah, mereka beramal tidak didasarkan landasan iman. Kenapa selama ini kita mirip dengan mereka?
Kita mandi, kita gosok gigi, tak ada tujuan untuk mencari keridhoan Allah. Ketika ditanya, apakah mandi itu ibadah? Iya ibadah. Apakah gosok gigi itu ibadah? Iya ibadah. Padahal yang menjadi bernilai ibadah itu terdiri dari 2 hal, yaitu kalau landasannya iman dan sesuai dengan syariatnya.
Kalau mandi kita didasari keimanan, ditujukan untuk mencari keridhoan Allah, dan pelaksanaanya sesuai dengan Al Qur’an dan sunnah maka ketika kita keluar dari kamar mandi bukan saja bersih tapi kita membawa pahala ibadah.
Untuk itu kita perlu pelajari fiqihnya. Cara mandi yang benar bagaimana hukum-hukumnya. Ikuti kajian fiqih.
Ketika kita mandi, ketika kita gosok gigi, ikhlaslah kepada Allah. “Ya Allah, aku lakukan ini semua karena ingin Engkau ridho padaku, badan ini kepunyaan Engkau. Gigi ini kepunyaan Engkau.”
Ketika kita melakukan semua itu karena Allah, turunlah cinta Allah pada kita. Bagaimana kalau kita melakukannya bukan karena Allah, tidak dengan iman dan tidak sesuai syariatnya, maka itu tidak bernilai ibadah.
Kan kita sudah tau kalau kita disuruh ibadah. 24 jam lho...Jadi mandi itu juga harus bernilai ibadah. Harus dilandasi dengan iman dan amal sholeh. Ikhlas dan sesuai dengan Al Qur’an, sunnah, ijma, dan qiyas.
Selesai mandi, masuk dapur. Masak ikhlas atau tidak? Bagaimana caranya masak dengan ikhlas? Bagaimana supaya bernilai ibadah?
Syaratnya ikhlas dan amal sholeh. Dan cara memasaknya sesuai dengan Qur’an, sunnah, ijma dan qiyas. Kemudian tujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Begitu masuk dapur,”Ya Allah aku niatkan masak karena Engkau. Kusiapkan makanan untuk keluargaku dan untuk aku sendiri, karena mereka dan aku adalah titipan Engkau. Karena Engkau menitipkan mereka padaku sehingga aku merawat mereka.”
Tak ada segala sesuatu amalmu itu kecuali kau tujukan untuk mencari keridhoan Allah.
Bagaimana fiqihnya masak agar benar di dalam amal sholehnya? Kita harus belajar cara masak secara islam. Pelajari fiqihnya.
Setelah waktnya makan, sajikan makanan itu di meja makan. Makan bersama keluarga. Ikhlas makannya?
Coba cek lagi diri kita. Oh selama ini saya bangun tak bernilai ibadah, oh selama ini saya keluar kamar mandi tak bernilai ibadah, selama ini saya keluar dari dapur tak bernilai ibadah. Mikir!!
Ingat ada pahala jika bernilai ibadah. Sedangkan tugas kita hidup di dunia ini untuk mengumpulkan pahala dengan ibadah kita. Pahala itu akan menjadi bekal kita nanti di akhirat.
Pahala besar, kita masuk surga. Paling besar masuk surga tertinggi.
Walaupun masuk surga itu bukan karena amal-amalnya yakni karena keridhoan Allah, tapi dengan pahala itu Allah mempunyai alasan kenapa kita layak masuk surga.
Nah, ikhlaskah kita saat makan?
“Ya Allah saya makan karena untuk mencari keridhoan Engkau. Karena tubuh ini titipan Engkau. Maka tubuhku ini ku rawat dengan makanan bergizi.”
Makanan pun harus kita pilih-pilih. Kenapa? Supaya sesuai dengan tubuh kita. Kalau dulu senang jeroan (misalnya), sekarang mah kalau usia sudah senja, kita harus hindari kolesterol, hindari tensi tinggi, kita lakukan itu karena Allah, karena sudah belajar ilmu tauhid.
“Saya memilih makanan ini karena diperintahkan Allah untuk menjaga tubuh ini. Ya Allah saya makan karena ingin menjaga titipanmu. Kalau saja ini bukan punya-Mu bisa saja saya mogok makan (misalnya).”
Kenapa? Karena lagi ngambek. Sebel. Ada orang lagi ngambek tak mau makan. Itu menzholimi amanah dari Allah. Sampai seminggu marahan dengan suami, mogok makan.
Ikhlas saja belum disebut ibadah karena harus ada amal sholeh. Makannya sesuai dengan aturan agama Allahu. Maka Allah mengatakan janganlah kalian makan seperti makannya binatang.
Bagaimana cara makan binatang? Apa saja dia lahap. Yang harampun dia mau.
Nah kita makan pakai nafsu Lawwamah, nafsu Ammarah bissu atau nafsu Muthmainnah?
Coba cek, kita makan itu nafsunya bagaimana?
Contoh nafsu Lawwamah, yaitu nafsu/jiwa yang senantiasa menyesali diri.
Makan rujak, pedes, asem uhh nikmatnya luar biasa. Selesai makan sakit perut. Karena ada iman di hatinya, dia langsung menyesal,”Ya Allahu ampuni hamba karena hamba sudah menzholimi diri hamba sendiri. Jika sekiranya Engkau tidak mengampuni hamba maka hamba bisa menjadi orang yang merugi. Marah Kau pada hamba karena tidak menjaga perut yang Kau titipkan pada hamba.”
Dia menyesal, dia menangis minta ampun pada Allah. Giliran besok-besok ada begitu lagi, ada rujak dia hantam lagi. Nafsu lawwamah, jiwa yang selalu menyesali diri. Tobat-ulangi lagi-tobat-ulangi lagi.
Yang kedua orang yang makan pake nafsu Ammarah bissu. Nafsu kebinatangan, nafsu yang paling jahat. Nafsu yang paling hina. Nafsu yang selalu mengajak pada kejahatan dunia. Dia tak peduli halal dan haram. Diperoleh darimana pun dia tak perduli. Dia makan seperti makannya binatang. Sekenyangnya. “Pokoknya saya makan sampai kenyang sekali tidak peduli ini rumah makan halal atau bukan.” Itu makannya orang yang pakai nafsu ammarah bissu.
Yang ketiga, orang beriman yang makannya pakai nafsu Muthmainnah. Cara makannya sesuai dengan yang disampaikan Rosululloh saw. Dia berdoa. Dia makan bila lapar, dia berhenti sebelum kenyang, makanannya cuma mengisi 1/3 perutnya saja. Masih pingin lagi...direm.
Kemudian dalam makannya penuh dengan zikir dan syukur kepada Allah. Sebelum makan diapun berdo’a.
Selektif sekali terhadap apa yang mau dimakan. Hati-hati sekali terhadap makanan tersebut. Makannya dengan iman. Sudah disertai dengan nafsu yang dirahmati Allah yang disebut dengan nafsu muthmainnah.
Do'a sebelum makan apa?
Sudah ditujukan untuk mencari keridhoan Allah? Atau cuma ngomong doank?
Ketika kita mengucapkan Allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar, itu biasanya kita ngomong doank. Sekarang, masa’ kualitas kita sama dengan beo?
*Tegakkan kalimat tersebut diatas landasan ketauhidan. “Ya Allah berkati makanan ini sebab Kau Maha Memberi."
Allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar. Kita berlindung kepada Allah sebagai Al Waali sebagai Al Mu’min sebagai Al Muhaimin...jadi ketika kita mengucapkan allahumma bariklana fima rozaktana waqina adzabannar tidak seperti beo yang bisa mngucapkan itu. Tapi kita sudah meletakkannya di atas keimanan, kita, sudah meletakkannya di atas ketauhidan. Berbeda kita dengan sebelumnya.
QS Al Kahfi : 110
Katakanlah : Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku,”Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa. Barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shaleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya”.
Rosul mengatakan aku ini sama seperti kalian. Wahai orang kafir, wahai orang munafiq wahai orang musyrik, sama sebagai manusia. Makan, minum, ke pasar, menikah dan sebagainya. Tetapi Rosul itu (kata Allah) berbeda isinya dengan yang lain.
Sudah diturunkan wahyu jelas isinya berbeda, sudah diturunkan ketauhidan terhadap jiwanya sehingga isinya berbeda.
Dan kita ingin membedakan isi kita dengan orang-orang yang tidak mengerti. Maka Allah bertanya, samakah orang yang mengerti dengan yang tidak? Samakah orang yang mentauhidkan Allah dengan yang tidak? Tentu saja berbeda.
Doa setelah makan? Alhamdu illahil ladzi ath’amanaa wa saqoonaawa ja’alnaa muslimin.
“Ya Allahu jadikan makan dan minumku ini, sebagai penguat. Segala puji bagi engkau yang telah memberikan makan dan minum dan jadikan makan dan minum ini sebagai penguat untuk melaksanakan ketaatan kepada-Mu.”
Ketika kita mau makan dan sesudah makan yang disertai dengan ketauhidan dan keimanan, maka setelah kita makan itu jadi besar rasa malu kita pada Allah. Bukan malah ngantuk.
Kadang mampu untuk makanan yang enak-enak, ada kalanya kita makan yang sangat sederhana, apa makanan kita menjadi ukuran ketaatan kita?
Apapun makanannya harusnya tetap kita ucapkan,“Ya Allah jadikan makanan ini menjadi penguat aku.”
Jangan sampai ketika kita makan dengan sambal dan kerupuk saja ketaatannya kecil. Kenapa? “Ya dopingnya juga kecil.”
Bukan begitu. Timbulkan rasa malu pada Allah.
Itu tadi uraian ibadah dari bangun tidur sampai makan. Untuk aktifitas berikutnya sampai tidur lagi, kita harus temukan bagaimana supaya bernilai ibadah. Bagaimana supaya kita ikhlas di dalamnya, bagaimana supaya ada amal sholeh di dalamnya, supaya setiap segi kehidupan ini bernilai ibadah.
Wallahu'alam bishawab
Catatan Diana BS
Reff: Kajian Tauhid
Maret 2019